Utang Valas Melonjak, Ini Yang Dilakukan BI

Gubernur BI Agus DW Martowardojo, resmikan penerbitan uang NKRI pecahan seratus ribu rupiah di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, 18 Agustus 2014. TEMPO/Dian Triyuli Handoko

TEMPO.CO , Jakarta: Bank Indonesia (BI) menyoroti lonjakan utang luar negeri oleh swasta selama enam tahun terakhir, yakni US$ 66 miliar pada 2009 dan naik menjadi US$ 160 miliar pada kuartal keempat 2014.

Meskipun utang luar negeri swasta melonjak, Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardojo tak lantas melarang swasta untuk meminjam valas tersebut. Ia hanya mengimbau swasta agar agar lebih berhati-hati.

“BI mengatur agar utang luar negeri dikelola sehat dan minimum. Ada rating, hedging ratio, dan minimum liquidity,” kata Agus di sela acara peluncuran buku Kajian Stabilitas Sistem Keuangan, Jumat 8 Mei 2015.

Selain indikator ataupun rasio yang menjadi perhatian, bank sentral terus mengeluarkan kebijakan untuk memperdalam pasar keuangan. Lonjakan utang luar negeri swasta ini pulalah yang menjadi perhatian kalangan pemodal dan tecermin dari lesunya pergerakan nilai tukar rupiah. Ditambah pelemahan ekonomi global, hal itu akhirnya memukul cadangan devisa

Indonesia per April 2015 menjadi US$ 110,9 miliar atau turun dibanding posisi akhir bulan sebelumnya, US$ 111,6 miliar. Anjloknya cadangan devisa ini, menurut Direktur Departemen Komunikasi BI, Peter Jacobs, dipicu oleh peningkatan pengeluaran untuk pembayaran utang luar negeri pemerintah dan penggunaan devisa dalam rangka stabilisasi nilai tukar rupiah.

Meski begitu, posisi cadangan devisa per akhir April lalu cukup membiayai 6,9 bulan impor atau 6,7 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. “Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal dan menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan,” tutur Peter.

TRI ARTINING PUTRI |PRAGA UTAMA


Distribusi: Tempo.co News Site

Speak Your Mind

*

*