Ubi Jalar, Komoditi Masa Depan

REPUBLIKA.CO.ID,  Oleh: Ahmed Joe Hara (pegiat usaha ubi jalar)

Ubi jalar adalah tanaman masa depan, komposisi kandungan vitamin, karbohidrat dan gulanya sangat disukai oleh orang asing yang telah memahami dan menerapkan pola hidup sehat melalui diet dengan mengkonsumsi hanya makanan sehat yang hampir seluruh kandungannya termanfaatkan oleh tubuh tanpa efek yang akan menyebabkan penyakit. Ubi Jalar memungkinan memenuhi semua kebutuhan tubuh untuk menjadi sehat kecuali kandungan protein yang hanya bisa didapatkan dari sumber makanan hewani.

Dengan kualifikasi gizi seperti tersebut diatas, sekarang ini permintaan Ubi Jalar sebagai komoditi ekspor semakin terus meningkat, hal ini terlihat dari semakin banyaknya investasi asing yang mengkonsumsi Ubi Jalar sebagai bahan baku produknya, tercatat 3 perusahaan Korea dan 1 perusahaan Jepang di Jawa Barat dan 2 perusahaan Korea di Jawa Timur yang telah menanamkan uangnya untuk membangun pabrik pengolah berbahan baku Ubi Jalar.

Pabrik-pabrik tersebut mengekspor 100% produknya ke negeri asal mereka, kapasitas produksi perbulan pabrik-pabrik tersebut rata-rata 250 ton perbulan sehingga dari sana bisa kita perkirakan kuantitas ekspor produk ini berkisar antara 2000 – 2500 ton perbulan.

Sebagian besar Ubi Jalar dibuat pasta, Ubi Jalar dikupas diambil dagingnya kemudian masuk proses pematangan dan sterilisasi, dikemas (vacuum pack) dan di ekspor ke Jepang, Korea dan Taiwan dalam freezing kontainer, sebagian lagi dibuat stick, digoreng dalam vacuum fry, dikemas dan diekspor. Satu pabrik lagi memisahkan ampas dan pati Ubi Jalar, mengambil patinya dan mengekspornya untuk bahan baku vermicelli (bihun) dan ampasnya untuk pakan ternak. Semua investor pabrik itu adalah Korea Selatan dan Jepang.

Terlihat disini bahwa Ubi Jalar dapat termanfaatkan secara keseluruhan, industri pengolah Ubi Jalar hampir tidak menyebabkan limbah produk kecuali air yang digunakan pada proses pemisahan pati dan ampas pada industri pati, sementara bagian proses yang lain tidak meninggalkan limbah.

Dalam sebuah proses penumbuhan ekonomi, optimalisasi investasi asing tidaklah selamanya tepat karena tidak secara signifikan menumbuhkan ekonomi nasional melalui pemberdayaan ekonomi regional, disamping itu investasi asing hanya akan menyerap tenaga kerja tanpa memberi rangsangan penumbuhan enterpreuneurship pada generasi bangsa.

Salah satu komponen penting dalam peningkatan penumbuhan ekonomi nasional adalah dengan cara meningkatkan penjualan ekspor, terlebih lagi pada captive market. Kebutuhan Ubi Jalar untuk memenuhi permintaan ketiga negara tersebut terbilang lumayan, sekitar 100 ribu – 150 ribu ton pertahun dalam berbagai produk olahan yang akan memiliki nilai jual ekspor sebesar kurang lebih 1,2 Trilyun Rupiah pertahun, kebutuhan lahan pertanian kurang lebih 3 juta hektar (dalam dua masa tanam) dan mampu memberi pekerjaan sebagai petani untuk kurang lebih 15 juta orang dengan pendapatan harian 50 ribu – 65 ribu perorang perhari.

Hal ini sangat prospek dan sebaiknya pemerintah mulai lebih serius memikirkan sekaligus mewujudkan tatanan bisnis yang berorientasi ekonomi kerakyatan yang diawali dari pembentukan modul-modul lahan pertanian yang dikelola oleh petani lokal yang telah di edukasi untuk mencapai efisiensi, hingga membuat sarana-prasarana pengolahan (pabrik) skala kecil dengan kapasitas produksi 10 – 20 ton perhari secara moduler yang terletak di sekitar lahan perkebunan Ubi Jalar.

Agar tercapai efisiensi tinggi dalam produksi serta biaya yang bertujuan untuk meningkatkan keuntungan pengusaha lokal maka pabrik pengolah Ubi Jalar harus memiliki tiga kemampuan produksi, yaitu produksi pasta, produsi stick dan produksi pati dalam satu rangkaian produksi, hal ini memungkinan penyerapan 100% hasil panen Ubi Jalar untuk pabrik. Pemisahan Ubi untuk ketiga produk ini dilakukan melalui mesin sortasi, mulai dari manual sortasi (di lahan pertanian) untuk memisahkan Ubi yang terkena hama dan ubi yang sehat hingga machinery sortation berdasarkan ukurannya (sizing sortation). Hingga ubi dengan ukuran yang paling kecil dan tidak masuk di produk tersebut akan digiling dan diambil saripatinya untuk industri bihun Ubi.

Produknya akan berupa pasta ubi, stick ubi, dan pati ubi jalar, sementara hasil akhir dari keseluruhan proses tersebut adalah ampas dan air, ampasnya diolah lagi dengan pencampuran dedak untuk pakan ternak sementara airnya dibuang setelah melalui IPAL sebagai limbah organik non kimia.

Pabrik ini sangat prospektif karena akan menempatkan pihak asing sebagai pembeli, hal ini yang sebenarnya diinginkan oleh para pembeli karena disamping mereka tidak perlu mengeluarkan biaya investasi pabrik yang tidak murah, mereka juga tidak perlu repot menanggung resiko ekonomi – sosial serta tidak perlu bersusah payah pulang pergi dari negeri asal mereka ke Indonesia hanya untuk mengontrol pabrik yang kesemuanya memerlukan biaya yang tidak sedikit serta menghabiskan sejumlah waktu, dimana waktu adalah hal yang sangat penting bagi mereka.

Ubi Jalar dari Indonesia adalah Ubi Jalar terbaik dunia, bahkan ubi jalar Cilembu telah dipatenkan secara Internasional sebagai bahan komoditi asli Indonesia, untuk produk pasta ubi mereka sangat menggemari penggunaan varietas Cilembu ini karena rasanya yang luar biasa manis dan gurih sehingga jenis ini digunakan sebagai ‘bumbu’ pada produk pasta Ubi Jalar. Disamping itu varietas lainnya dari Kuningan, Majalengka, Cianjur dan Banjaran (Bandung) juga tetap bisa masuk sebagai bahan baku untuk pembuatan pasta dan stick ubi dan terakhir dibuat pati ubi jalar.

Ke depan, permintaan ubi jalar akan terus meningkat seiring dengan kesadaran masyarakat modern akan kesehatan melalui diet makanan positif. Nasi (beras) saat ini juga telah menjadi makanan pokok dunia namun komoditi ini tidak bersahabat bagi para penderita diabetes karena kandungan gulanya yang tinggi. Terigu mulai di-diversifikasi karena kandungan protein glutennya yang bagi sebagian orang dapat memicu produksi asam lambung, sementara kentang adalah umbi dengan rasa gurih terbaik tetapi kandungan gizinya berada dibawah Ubi Jalar dan kapasitas panen yang lebih sedikit serta memiliki ketahanan rendah terhadap penyakit sehingga menyebabkan harganya tinggi.

Karena kondisi-kondisi tersebut diatas maka perlahan tetapi pasti Ubi Jalar akan menjadi makanan pokok dunia dalam waktu yang tidak lagi terlalu lama, kita sebagai generasi Indonesia harus mulai memahami prospeksi ini dan menyiapkan diri untuk itu, dengan dibantu dan difasilitasi oleh pemerintah dalam upaya pembentukan unit-unit pengolah kecil moduler di desa-desa dalam format ekonomi kerakyatan. Hal ini harus kita dorong hingga terwujud untuk mengantisipasi masuknya industri kapitalis besar yang akan memformat industri ini menjadi seperti industri kelapa sawit, besar dan raksasa tetapi manisnya hanya untuk para pemodal, tidak terdistribusi merata untuk rakyat.


Distribusi: Republika Online RSS Feed

Speak Your Mind

*

*