Tiongkok dan Jepang Simpan Risiko untuk Ekonomi Asia

Perlambatan ekonomi yang lebih parah dari ekspektasi di Tiongkok akibat dari rentannya sektor keuangan di negara tersebut, diperparah oleh kegagalan Abenomics untuk secara berkesinambungan memperbaiki kondisi ekonomi Jepang adalah dua risiko ekonomi yang masih dihadapi Asia saat ini, demikian menurut IMF.

Meskipun demikian IMF masih memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi di Asia tetap stabil di angka 5.4 persen tahun ini, naik dari 5.3 persen yang dipoyeksi sebelumnya. Tahun depan diperkirakan pertumbuhan ekonomi akan makin baik di level 5.5 persen. Pada tahun 2013 yang lalu ekonomi kawasan Asia tumbuh 5.2 persen.

Asia juga menghadapi risiko dari luar kawasannya. Seiring membaiknya kondisi ekonomi di Amerika Serikat, suku bunga global akan mengalami kenaikan dan Asia akan menghadapi pengetatan di sektor keuangan. Volatilitas arus modal dan harga asset akan makin tinggi seiring dengan kenaikan nilai tukar, harga saham dan yield obligasi pemerintah.

Ancaman dari Tiongkok

Pada tahun 2014 ini pertumbuhan ekonomi di Tiongkok diperkirakan akan melambat menjadi 7.5 persen. Pertumbuhan ekonomi tersebut akan berada di level 7.3 persen pada tahun 2015 mendatang.

Sementara itu system shadow banking atau lembaga pinjaman non-bank yang menjamur di Tiongkok memberikan risiko sistemik terhadap keseluruhan system keuangan di negara tersebut. IMF memperingatkan bahwa memburuknya kondisi sektor keuangan telah terlihat dari beberapa produk yang gagal bayar tahun ini.

Utang pemerintah yang tinggi juga menyimpan risiko sistemik lainnya dan berpotensi melipatgandakan kerentanan system keuangan di Tiongkok. Hal ini bisa mengakibatan memburuknya kualitas asset perbankan.

Keraguan terhadap Abenomics

Di Jepang ada risiko bahwa kebijakan yang diambil oleh pemerintah di bawah Perdana Menteri Shinzo Abe kurang efektif untuk memberikan dukungan terhadap pertumbuhan ekonomi di negara tersebut. Buktinya upah nominal masih belum mengalami peningkatan. Kebijakan yang dikenal dengan istilah Abenomics tersebut juga gagal untuk memberikan kesinambungan terhadap kenaikan ekspektasi inflasi atau meningkatkan investasi swasta.

Hingga saat ini kebijakan Abenomics telah berjalan selama 18 bulan. Fase pertama dari kebijakan ini telah berjalan dengan baik di mana stimulus moneter dan fiskal serta depresiasi yen telah membantu mendorong pertumbuhan ekonomi dan membawa naik ekspektasi inflasi. Akan tetapi transisi yang sukses ke arah pertumbuhan yang bebas deflasi dan bisa menopang diri sendiri masih belum terlihat. Dampaknya jika stimulus moneter dihentikan, ekonomi Jepang masih berpotensi untuk kembali jatuh ke dalam jurang deflasi.

IMF sendiri memperkirakan bahwa ekonomi Jepang untuk tahun 2014 ini akan mengalami pertumbuhan di level 1.4 persen. Pertumbuhan ekonomi akan melambat menjadi 1 persen di tahun 2015 mendatang.

Ika Akbarwati/Senior Analyst Economic Research at Vibiz Research/VM/VBN                       

Editor: Jul Allens


Distribusi: Vibiznews

Speak Your Mind

*

*