Tekanan pada rupiah bakal berlanjut

JAKARTA. Dollar Amerika Serikat (AS) menjadi mata uang paling perkasa di tahun 2014. Pertama kali sejak tahun 1989, mata uang negeri Paman Sam ini mengalahkan 31 mata uang dunia. Kondisi ekonomi AS yang membaik dan rencana Bank Sentral AS (The Fed) menaikkan suku bunga menjaga otot si mata uang hijau tersebut.

The Bloomberg Dollar Spot Index, yang melacak pergerakan dollar AS terhadap 10 mata uang utama, meningkat 10,91% sepanjang tahun ini ke level 1.130,61. Ini kenaikan terbesar sejak tahun 2004. Berdasarkan data Bloomberg, rubel jatuh 39% sepanjang. Depresiasi ini yang terburuk sejak 1998, saat Rusia gagal membayar utang.

Lalu, Peso Argentina tergerus 24%. Mata uang lain kehilangan sekitar 1,9% kecuali dollar Hong Kong, yang hanya turun 0,08%. Rupiah juga tergilas. Satu tahun terakhir, rupiah terdepresiasi 1,95%, bahkan sempat melemah 4,5% pada Selasa (16/12).

Kepala Ekonom Danareksa Research Institute Purbaya Yudhi Sadewa bilang, rupiah telah tergerus antara 25%-30% sejak tahun 2011. Rupiah memang tidak melemah sendirian, tapi loyonya mata uang Garuda lebih dalam ketimbang mata uang regional Asia lain, seperti dollar Singapura dan ringgit Malaysia.

“Tahun depan, masih melemah. Setiap kenaikan harga BBM berdampak pelemahan rupiah 5%-10%,” ujar Purbaya. Tak cuma itu. Di Januari 2015, diperkirakan banyak korporasi memburu dollar AS dalam jumlah cukup besar. Inilah tantangan pertama rupiah di awal tahun depan “Tujuan mereka untuk hedging,” kata seorang tresuri bank Eropa di Singapura kepada KONTAN.

Prediksi Purbaya, tahun depan rupiah berpotensi ke Rp 12.600-Rp 13.200. Ekonom Senior Standard Chartered Bank Fauzi Ichsan juga melihat, keperkasaan dollar AS akan berlanjut. AS diuntungkan dengan revolusi shale gas yang menjadikan AS produsen energi terbesar dunia. Impor AS akan turun tajam, sektor manufaktur dan ekspor semakin kokoh.

Pada semester I-2015, Fauzi menduga rupiah tertekan ke Rp 12.500. Tapi semester II, rupiah membaik ke Rp 12.000 seiring perbaikan defisit transaksi berjalan. Ini dengan asumsi, bunga The Fed naik 50 bps menjadi 0,75%, lalu Bank Indonesia (BI) menetralisir dengan menaikkan suku bunga acuan alias BI rate 50 bps ke 8,25%.

Ariston Tjendra, Head of Research and Analysis Division PT Monex Investindo Futures, bilang penguatan dollar AS tak berhenti saat The Fed menaikkan suku bunga. The Fed memberikan sinyal kenaikan suku bunga secara bertahap. Lain halnya jika kenaikan suku bunga hanya sekali, maka rupiah akan menguat.

“Kalau fundamental ekonomi kita bagus bisa menahan tekanan dollar AS,” kata Ariston. Tapi jangan lupa, ada bahaya laten berupa utang korporasi dalam dollar yang jatuh tempo di tahun depan. Selain menjaga kebijakan moneter, kebijakan fiskal juga perlu untuk menahan faktor eksternal yang menekan rupiah.

Di sisi moneter, BI harus melakukan intervensi serta menaikkan suku bunga. Sementara dari sisi fiskal, pemerintah harus menjaga neraca perdagangan. Ariston menduga, di semester I-2015 rupiah akan bergulir di Rp 12.000-Rp 12.700 Jika transaksi berjalan membaik, rupiah menguat ke Rp 11.900-Rp 12.000.

Editor: Barratut Taqiyyah


Distribusi: Kontan Online

Speak Your Mind

*

*