Tak Hanya Rupiah, Harga Minyak Dunia Juga Anjlok

Jakarta -Sama halnya nilai tukar rupiah, harga minyak dunia juga terus merosot, bahkan sulit diprediksi kapan bisa naik kembali.

Kepala Eksekutif Royal Dutch Shell, Ben van Beurden mengatakan, harga minyak dunia terus merosot dan pemulihannya sulit untuk diramalkan.

“Ini adalah bisnis yang sangat fluktuatif dalam hal pasokan dan permintaan. Pasokan dan permintaan tidak seimbang,” katanya kepada BBC, seperti dikutip detikFinance, Jumat (18/9/2015).

Saat ini, harga minyak dunia merosot tajam hingga di bawah US$ 50 per barel. Angka ini merupakan separuh lebih rendah dari harga minyak dunia di tahun lalu.

Bahkan, Goldman Sachs memprediksi awal bulan ini bisa jatuh lebih rendah hingga US$ 20 per barel. Akankah harga minyak dunia naik kembali di kemudian hari?

“Jujur saya tidak tahu,” ucap dia.

Meski demikian, Royal Dutch Shell menyebutkan komitmennya untuk tetap melakukan pengeboran minyak di Kutub Utara, 70 mil di lepas pantai Alaska.

Meskipun harga minyak dunia sedang lesu, Ben mengatakan, perburuan minyak tetap dilakukan karena merupakan sebuah kebutuhan.

Arctic, merupakan salah satu tempat perburuan minyak dan gas dan telah lama menjadi sumber produksi minyak dan gas. Keamanan lingkungan akan menjadi prioritas.

Shale Gas AS

Harga minyak telah menciut hingga separuh harga. Ini karena pasokan minyak melimpah sehingga harganya menjadi sangat murah.

Meskipun harganya sangat murah, namun tidak serta-merta para konsumen membelinya melebihi kapasitas.

Produksi minyak di Amerika Utara, kebijakan OPEC dan biaya industri akan menentukan harga minyak dunia ke depan.

Produsen OPEC, terutama Arab Saudi, telah mempertahankan tingkat produksi yang tinggi dalam upaya untuk melawan AS menjual minyak dengan harga yang lebih murah.

Organisasi ini mengelola rasio utang yang rendah, yaitu 12% dari total modal. Pada bulan Juni 2015, Shell telah memberhentikan 6.500 pekerja sebagai bagian dari efisiensi biaya akibat terus merosotnya harga minyak.

Ben mengatakan, saat harga minyak dunia merosot, tenaga surya bisa muncul sebagai kontributor jauh lebih besar untuk kebutuhan energi dunia.

“Saya tidak ragu-ragu untuk memprediksi bahwa dalam tahun-tahun mendatang surya akan menjadi tulang punggung dominan sistem energi kita, tentu dari sistem listrik,” katanya.

Namun, selama periode itu, permintaan energi akan berlipat ganda, kata dia, yang mengarah ke “multi-dekade transisi,” dari bahan bakar fosil menjadi pasokan dominan untuk energi.

(drk/ang)

Redaksi: redaksi[at]detikfinance.com
Informasi pemasangan iklan
hubungi : sales[at]detik.com


Distribusi: finance.detik

Speak Your Mind

*

*