Tahun Depan, Harga Makanan Jadi Naik 10 persen

Rabu, 14 Oktober 2015 | 13:42 WIB

TEMPO.CO, Jakarta-Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia Adhi S Lukman memperkirakan harga produk makanan dan minuman (mamin) jadi bakal naik 5-10 persen tahun depan. Salah satu sebabnya adalah kenaikan harga bahan baku sebagai akibat pelemahan nilai rupiah. “Kenaikan 5-10 persen itu sudah maksimal, kalau lebih dari itu malah akan memukul penjualan,” kata Adhi, saat dihubungi, Rabu 14 Oktober 2015.

Adhi mengatakan masing-masing perusahaan telah melakukan simulasi terkait pelemahan nilai rupiah. Dia memperkirakan industri makanan dan minuman Indonesia masih sanggup bertahan dengan nilai tukar rupiah sampai Rp 15 ribu per dollar Amerika. “Itu maksimum, jadi kalau bisa dollar Amerika harus di bawah itu,” ujarnya.

Dampak pelemahan rupiah akan memberatkan bagi industr makanan dan minuman sebab bahan bakunya masih banyak diimpor. Adhi mencontohkan bahan baku berupa gula industri dan terigu 100 persen masih diimpor. Begitu juga susu dan konsentrat buah yang 70 persen impor. Dengan kondisi tersebut, kenaikan harga produk mamin seharusnya sudah terjadi. Namun, kata Adhi, hal itu masih sulit dilakukan karena di saat yang sama daya beli masyarakat lemah. “Mau tidak mau, perusahaan sekarang berusaha mengefisienkan diri dan mengurangi marginnya,” kata Adhi.

Adhi telah menyatakan kondisi tersebut pada Presiden Joko Widodo dalam pertemuan di Istana Merdeka, kemarin. Agar situasi tak makin memburuk, ia meminta dukungan pemerintah untuk menjamin kelancaran pasokan bahan baku. Jika pemerintah memiliki kebijakan untuk mengurangi impor, menurut Adhi, selayaknya dilihat dulu kemampuan industry dalam negeri untuk menggantikan produk dari luar. “Jangan sampai ujungnya justru memukul industri dalam negeri,” katanya. 

Kementerian Perindustrian mencatat, pertumbuhan industri mamin pada triwulan I dan II 2015 masih berkisar 8 persen. Pada 2014, industri mamin memberikan kontribusi terhadap PDB sebesar Rp 560,62 trilyun (berdasarkan harga berlaku) atau memberikan kontribusi sebesar 29,95 persen terhadap PDB industri pengolahan non-migas. Tahun lalu, ekspor industri makanan dan minuman sebesar US$ 5,55 miliar atau menyumbang 4,73 persen dari ekspor hasil industri.

Adhi menyatakan, peningkatan daya saing industri makanan dan minuman harus dilakukan menjelang penerapan masyarakat ekonomi Asean. Pasalnya, industri makanan dan minuman menjadi sektor yang banyak menyerap tenaga kerja. “Presiden sangat mendukung apa yang kami usulkan, dan akan menindaklanjutinya dengan melakukan deregulasi,” katanya.

PINGIT ARIA


Distribusi: Tempo.co News Site

Speak Your Mind

*

*