Subsidi BBM Dihapus Tapi Dolar Jadi Rp 13.300, Ini Kata Sofyan Djalil

Jakarta -Kebijakan reformasi subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang digagas pemerintah sejak awal tahun, belum mampu memberi dampak positif membuat nilai tukar rupiah perkasa.

Dolar sekarang bertengger di level Rp 13.300, padahal di awal tahun masih di kisaran Rp 12.000. Belum ada tanda-tanda adanya penguatan rupiah.

Menko Perekonomian Sofyan Djalil menuturkan, inti dari reformasi subsidi adalah penguatan fundamental ekonomi. Walaupun sebenarnya, tidak serta merta membuat rupiah menjadi perkasa. Sebab masih ada pengaruh faktor eksternal atau dari luar negeri.

“Karena nilai tukar rupiah itu tidak sepenuhnya masalah dalam negeri,” ungkap Sofyan di kantor Presiden, Jakarta, Rabu (17/6/2015).

Sofyan menjelaskan, faktor eksternal tersebut berasal dari ketidakpastian ekonomi global. Salah satunya datang dari rencana Bank Sentral AS, yaitu Federal Reserve (The Fed), menaikkan suku bunga acuan.

“Memang kalau anda melihat semua mata uang mengalami hal yang sama. Apalagi bulan-bulan ini perusahaan di Indonesia itu membayar dividen. Itu tiap bulan Juni permintaan dolar banyak,” terangnya.

Faktor eksternal tersebut sejatinya tidak bisa dikontrol oleh pemerintah. Namun bila fundamental ekonomi negara cukup bagus, setidaknya bisa meredam gejolak yang ditimbulkan oleh eksternal.

“Faktor luar negeri tak bisa dikontrol. Sekarang dalam negeri kita percepat realisasi APBN, investasi, perbaiki semua perizinan supaya jauh lebih cepat. Sehingga investor datang, uang pemerintah diserap sebesar mungkin dan infrastruktur terlaksana,” papar Sofyan.

(mkl/dnl)

Redaksi: redaksi[at]detikfinance.com
Informasi pemasangan iklan
hubungi : sales[at]detik.com


Distribusi: finance.detik

Speak Your Mind

*

*