Stok menipis, harga minyak mendidih lagi

JAKARTA. Harga minyak mentah kembali terangkat karena spekulasi stok minyak mentah di Amerika Serikat (AS) yang menipis. Selain itu, konflik di Ukraina dan pelemahan nilai tukar dollar AS ikut menopang kenaikan harga minyak.

Data Bloomberg menunjukkan, Rabu (7/5) pukul 16.30 WIB, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) di New York Mercantile Exchange untuk pengiriman Juni 2014 menguat 0,86% dari hari sebelumnya menjadi US$ 100,36 per barel.

Selama lima hari perdagangan sebelumnya, harga minyak bergerak di level US$ 99 per barel. American Petroleum Institute (API) melaporkan, persediaan minyak mentah di AS menyusut 1,82 juta barel pada pekan lalu. Para analis yang disurvei Bloomberg memprediksi, stok minyak akan kembali menyusut lebih dalam.

“Persediaan minyak di terminal utama Cushing mungkin menuju level terendah saat ini, sehingga para analis memprediksi, investor akan menjual minyak mentah di level US$ 100,50 per barel,” kata Ric Spooner, analis CMC Markets di Sydney seperti dikutip Bloomberg.

Nizar Hilmy, analis PT SoeGee Futures bilang, kenaikan harga minyak memang dipengaruhi oleh stok di AS yang menipis. Maklum, AS merupakan konsumen minyak terbesar di dunia. Sedangkan, harga minyak selanjutnya akan dipengaruhi oleh konflik yang memanas di Ukraina.

“Jika Ukraina memanas maka harga minyak akan kembali menguat, karena faktor hambatan pengiriman suplai,” tambah Nizar. Konflik Ukraina versus Rusia, menurut Ariston Tjendra, Head of Research and Analysis Division PT Monex Investindo Futures, menjadi penopang harga minyak. Pelemahan Dollar AS Selain itu, nilai tukar dollar AS yang melemah dalam beberapa hari terakhir ikut mengerek harga minyak.

Tadi malam (7/5), Gubernur Bank Sentral AS, Janet Yellen memberikan testimoni tentang kebijakan moneter yang akan ditempuh. “Bila ada penegasan dukungan terhadap kebijakan pelonggaran moneter, dollar AS bisa melemah kembali dan harga minyak mentah bisa menguat,” kata Ariston.

Secara teknikal, Nizar mengatakan, harga minyak dalam dua hari berturut-turut menguat. Namun, harga masih di bawah moving average (MA) 25, yang mengindikasikan harga minyak belum dalam tren bullish. Indikator relative strength index (RSI) naik dari level 43% ke 46%. Selama belum menembus 50%, maka sinyal bullish belum sempurna.

Perlu diperhatikan juga, indikator stochastic masih berada di bawah 20% dan moving average convergence divergence (MACD) terperangkap di area negatif, yang memberi tanda downtrend. Nizar memprediksi, dalam sepekan ke depan, harga minyak di kisaran US$ 98,00-US$ 103,00 per barel.

Sedangkan, hingga akhir kuartal II, harga minyak akan bergulir di US$ 97-US$ 100 per barel. Sementara, Ariston menduga, harga minyak masih berpeluang rebound ke kisaran US$ 100,80-US$ 101,00 per barel.

Prediksi Ariston hingga akhir tahun, harga minyak akan bergulir di kisaran US$ 90-US$ 103 per barel.

Editor: Barratut Taqiyyah


Distribusi: Kontan Online

Speak Your Mind

*

*