Soal Yuan Salip Dolar AS, CT Sebut Butuh Waktu 10-20 Tahun

Jakarta -Chairul Tanjung, Menko Perekonomian, menilai bahwa mata uang Tiongkok yaitu yuan punya potensi untuk menjadi salah satu mata uang utama dunia. Namun, perlu waktu 10-20 untuk menggeser dominasi dolar Amerika Serikat (AS) sebagai ‘raja’ mata uang global.

Menurut CT, sapaan Chairul Tanjung, potensi yuan untuk menjadi mata uang utama lahir dari besarnya ekonomi Tiongkok sendiri. Bahkan Tiongkok berhasil menyalip Jepang untuk menjadi negara dengan perekonomian terbesar kedua dunia, hanya kalah dari AS.

“Kita sekarang tahu, bahwa Tiongkok negara kedua terbesar di ekonomi. Secara penduduk, Tiongkok nomor satu,” kata CT kala ditemui di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (18/7/2014).

Oleh karena itu, lanjut CT, wajar ketika mata uang negara sebesar Tiongkok dijadikan sebagai salah satu mata uang utama dunia. “Apalagi sekarang Tiongkok sudah membuka diri,” ujarnya.

Namun, CT memperkirakan butuh waktu bagi yuan untuk bisa menggusur dolar AS. “Memang melalui proses. Itu lama, dalam 10-20 tahun ke depan. Prosesnya pelan-pelan, akan menjadi besar,” tuturnya.

Ketika yuan menjadi salah satu mata uang utama, CT mengatakan dampaknya akan positif. Pelaku ekonomi tidak mengandalkan satu mata uang saja, sehingga risiko akan berkurang.

“Justru makin baik, kalau banyak yang diperdagangkan. Kalau satu saja itu risikonya makin besar. Misalnya kita hanya satu saja dengan Amerika, itu berisiko,” sebutnya.

Sebagai informasi, beberapa waktu lalu survei HSBC menyebutkan bahwa mata uang Tiongkok, yaitu yuan, pada masa yang akan datang mampu menguasai perekonomian dunia. Yuan berpeluang besar untuk menjadi mata uang utama, menggeser dominasi dolar AS.

Hasil survei HSBC menunjukkan bahwa ada 11 negara, misalnya Prancis dan Taiwan, yang mayoritas perusahaannya bertransaksi menggunakan mata uang yuan.

Survei dilakukan dengan responden 1.304 perusahaan dari berbagai negara yang melakukan bisnis dengan Tiongkok. Perusahaan-perusahaan tersebut berasal dari 11 negara yang menjadi objek survei, yaitu Tiongkok, Hong Kong, Taiwan, Singapura, Australia, Inggris, Jerman, Prancis, Uni Emirat Arab, Kanada, dan AS.

(hds/hds)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!


Distribusi: finance.detik

Speak Your Mind

*

*