Sambut Kebijakan Penguatan Rupiah Jokowi, Pasar Masih Wait and See

Jakarta -Kemarin, pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengumumkan paket kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah. Bagaimana pelaku pasar melihat kebijakan ini? Apakah akan ampuh meredam pelemahan nilai tukar rupiah?

Berikut adalah 6 kebijakan yang diumumkan di Kantor Presiden kemarin:

  1. Insentif pajak. Terdiri dari pengurangan Pajak Penghasilan (PPh) atau tax allowance bagi perusahaan yang menahan dividennya dan melakukan reinvestasi serta insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk industri galangan kapal.
  2. Kebijakan bea masuk untuk mengurangi impor dan melindungi industri dalam negeri. Terdiri dari Bea Masuk Anti Dumping Sementara (BMADS) dan Bea Masuk Tindak Pengamanan Sementara (BMTPS).
  3. Pembebasan visa bagi wisatawan asing dari 30 negara. Dengan begitu, Indonesia sudah membebaskan visa bagi turis dari 45 negara.
  4. Kewajiban pencampuran Bahan Bakar Nabati (BBN) sebanyak 15% untuk Solar.
  5. Kewajiban menggunakan L/C untuk ekspor produk-produk sumber daya alam seperti batu bara, migas, atau minyak sawit mentah (CPO). Namun, pemerintah memberi pengecualian bagi kontrak-kontrak jangka panjang.
  6. Pembentukan perusahaan reasuransi domestik.

Juniman, Ekonom PT Bank Internasional Indonesia Tbk (BNII), mengatakan kebijakan-kebijakan tersebut lebih bersifat jangka menengah-panjang. Oleh karena itu, dia menilai pelaku pasar masih cenderung wait and see.

Market sepertinya masih wait and see dulu. Dalam jangka menengah-panjang ini positif, kalau dilaksanakan secara konsisten. Minimal external balance kita membaik dan rupiah bisa menguat. Tapi kembali lagi, itu untuk jangka menengah-panjang,” kata Juniman kala berbincang dengan detikFinance, Selasa (17/3/2015).

Menurut Juniman, hanya pembentukan reasuransi dan pemberian bebas visa yang merupakan kebijakan baru. Sementara sisanya sudah pernah dijalankan atau diwacanakan di masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

“Namun memang di masa Pak SBY pelaksanaannya yang kurang. Jadi untuk yang sekarang pasar masih menantikan apakah ini akan seperti dulu atau tidak? Dulu kebijakan banyak tapi pelaksanaannya kurang sehingga dampaknya juga tidak maksimal. Sekarang market menunggu implementasi di masa Pak Jokowi,” jelas Juniman.

(hds/dnl)

Redaksi: redaksi[at]detikfinance.com
Informasi pemasangan iklan
hubungi : sales[at]detik.com


Distribusi: finance.detik

Speak Your Mind

*

*