Saham BBNI Tersengat Segmen Kredit Korporasi

INILAHCOM, Jakarta- Saham PT Bank Negara Indonesia (BBNI) dinilai mendapat sentimen negatif dari penguatan dolar AS yang berimbas buruk pada segmen kredit korporasi. Bagaimana prospek harga sahamnya?

Pada perdagangan Senin (15/6/2015), saham PT Bank Negara Indonesia (BBNI) ditutup turun Rp250 (4,4%) ke posisi Rp5.375.

David Sutyanto, analis riset First Asia Capital mengatakan, yang bermain dan banyak punya eksposur utang dalam denominasi dolar AS adalah korporasi, bukan ritel. Sebab, pengutang ritel jarang dilakukan dalam dolar AS.

Pada saat yang sama, BNI punya eksposur besar ke kredit korporasi. Oleh karena itu, penguatan dolar AS ke atas 13.300 menjadi sentimen negatif bagi saham BBNI. “Dari empat bank berkapitalisasi besar, BBNI merupakan salah satunya,” katanya kepada INILAHCOM di Jakarta, Senin (15/6/2015).

Memang, lanjut dia, asing melakukan penjualan saham bukan hanya di BBNI tapi juga di saham PT Bank Mandiri (BMRI) dan PT Bank Rakyat Indonesia (BBRI). “Akan tetapi, asing mendahulukan penjualan saham di BBNI dan BMRI terlebih dahulu dibandingkan BBRI,” ujarnya.

Sebab, eksposur kredit BNI dan Mandiri lebih besar di segmen korporasi. “Jika terjadi krisis, dua bank ini yang paling pertama terdampak karena faktor segmen korporasi. Setelah korporasi terdampak, baru mengarah ke segmen ritel,” ucapnya.

Untuk terkena krisis, lanjut David, kredit sektor ritel masih jauh sekali. “Itulah yang diantisipasi para pelaku pasar sehingga menjadi tekanan negatif yang sangat dalam pada saham-saham bank BUMN termasuk BBNI. Setahu saya, yang eksposur kredit korporasinya besar adalah BNI dan Mandiri,” ungkap dia.

David sendiri mengaku tidak setuju dengan anggapan orang akan terjadinya krisis. “Memang ekonomi mengalami sedikit perlambatan, tapi krisis itu baru akan terjadi kalau pemerintah sudah benar-benar kehilangan kepercayaan. Sebagai analis saya mencegah agar masyarakat tidak hilang kepercayaan baik terhadap rupiah maupun pemerintah,” tuturnya.

Di sisi lain, eksposur BRI kebanyakan di segmen ritel. Saat korporasi punya utang dalam dolar AS dan nilai tukar mata uang tersebut naik, bayar bunganya saja sudah berat ditambah kenaikan selisih kurs. “Kondisi ini akan mengganggu pembayaran utang korporasi ke bank termasuk BNI sehingga Nonperforming Loan (NPL) menjadi rawan,” papar dia. “Itulah ketakutan pasar sejauh ini.”

Sebab, pasar modal bersifat antisipatif. “Belum tentu terjadi, tapi pasar sudah takut terlebih dahulu. Kalau naik, belum tentu terjadi, tapi sudah senang duluan,” timpal dia.

Prospek saham BBNI, David melihat masih positif tapi tidak untuk saat ini. Dalam tiga bulan ke depan, memang belum menjamin positif. Hanya saja, untuk tahun depan, harapan itu ada. “Sebab, baik laba maupun pendapatan BBNI masih naik,” tandas dia.

Strateginya, David menyarankan buy on weakness. “Saya lebih cenderung hold daripada sell karena akan memperburuk keadaan. Untuk 2015, saham BBNI paling tidak bisa tutup di Rp6.000-an di akhir tahun yang menjadi target berdasarkan kinerja emiten kuartal I-2015,” ungkap dia.

Banyak analis menargetkan saham BBNI di Rp8.000 yang sekarang jadi mengawang-awang. Penguatan sebelumnya ke atas Rp7.000 pun sebenarnya sudah terlalu kencang. “Sebab, secara fundamental, BBNI tidak sekuat BBRI dan BMRI,” tukas dia.

Di harga berapa saham BBNI menarik? “Sulit dijawab karena investor asing masih terus melakukan aksi jualnya. Pada Kamis (11/6/2015), asing melakukan aksi jualnya kebanyakan di bank-bank besar. Bahkan di BNNI sendiri paling besar,” tuturnya.

Karena itu, membeli saham di saat satu pihak ingin jual saham dalam jumlah besar, menjadi tidak rasional harganya. “Harga saham akan menarik, jika asing selesai melakukan aksi jualnya meskipun secara valuasi sudah underpriced,” imbuhnya. [jin]


Distribusi: Inilah.com – Pasarmodal

Speak Your Mind

*

*