Rupiah Semakin 'Loyo', Apa yang Harus Dilakukan BI dan Pemerintah?

Jakarta -Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih melanjutkan pelemahannya. Bahkan saat ini dolar semakin menguat dan hampir menyentuh level Rp 12.700.

Lana Soelistianingsih, Ekonom Samuel Sekuritas, mengatakan pelemahan mata uang tidak hanya dialami oleh Indonesia. Penguatan dolar AS yang begitu tajam menyebabkan mata uang negara-negara lain cenderung melemah.

“Ini lebih karena faktor global. Harga minyak yang turun di bawah US$ 60/barel dan investor menunggu rapat The Fed (bank sentral AS) membuat permintaan dolar AS meningkat. Jadi mata uang negara lain melemah,” jelas Lana kepada detikFinance, Senin (15/12/2014).

Oleh karena itu, Lana menilai Bank Indonesia (BI) tidak perlu terlalu banyak melakukan intervensi pasar. Pasalnya, cadangan devisa Indonesia pada November 2014 sudah turun dibandingkan bulan sebelumnya, yaitu menjadi US$ 111,1 miliar dari US$ 112 miliar.

“Setahu saya BI selalu ada di pasar. Tapi sebaiknya jangan terlalu banyak ‘membuang’ devisa, karena ini (pelemahan rupiah) lebih banyak disebabkan faktor eksternal yang di luar kontrol BI,” jelasnya.

Menjaga nilai tukar rupiah, lanjut Lana, sebenarnya bukan hanya tugas BI. “Pemerintah juga harus berperan, karena rupiah ini adalah simbol kedaulatan negara,” tegasnya.

Pemerintah, tambah Lana, bisa ikut berperan dalam menstabilkan nilai tukar rupiah. Caranya adalah dengan menginstruksikan BUMN agar tidak menambah permintaan valas.

“Kemudian, BUMN itu ada yang punya valas di luar negeri. Itu perlu dibawa masuk untuk membantu stabilisasi rupiah,” tuturnya.

(hds/hen)


Distribusi: finance.detik

Speak Your Mind

*

*