Kamis, 13 Agustus 2015 | 11:35 WIB
Seorang karyawan money changer menghitung uang kertas Rupiah, di Jakarta, 15 Desember 2014. Majalah The Economist menyebutkan, masalah yang dihadapi Indonesia adalah pemerintahan yang birokratis, korupsi, dan infrastruktur yang tidak memadai menjadi alasan nilai tukar rupiah sangat rendah. Adek Berry/AFP/Getty Images
TEMPO.CO, Jakarta – Setelah perombakan kabinet, nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Kamis pagi, 13 Agustus 2015, bergerak menguat sebesar 26 poin menjadi Rp 13.735 dibandingkan dengan posisi sebelumnya di Rp 13.761 per dolar AS.
“Pelemahan rupiah mulai mereda menyusul Bank Indonesia tetap hadir di pasar valas untuk membantu pasokan dolar AS agar fluktuasinya dapat kembali stabil,” kata ekonom Samuel Sekuritas Rangga Cipta di Jakarta, Kamis, 13 Agustus 2015.
Ia mengatakan bahwa pelemahan mata uang domestik akhir-akhir ini dinilai terlalu dalam (overshoot). Maka hadirnya Bank Indonesia akan menjaga nilai fundamental rupiah terhadap dolar AS.
Menyikapi perkembangan tersebut, Bank Indonesia diperkirakan terus berada di pasar untuk melakukan upaya stabilisasi nilai tukar rupiah.
Baca juga:
RESHUFFLE KABINET: Soal Ini Jokowi Kalahkan Gus Dur & SBY!
Sindir Ahok ‘Kepala Preman’, Ketua FBR: Preman Itu Tak Bawel
“Hingga dinihari tadi, syok akibat kebijakan pemerintah Tiongkok mendevaluasi nilai tukarnya mulai mereda, terlihat dari harga komoditas yang mulai naik serta dolar AS yang turun. Walaupun diperkirakan yuan masih bisa melemah, sentimennya diperkirakan mulai berkurang,” katanya.
Pengamat pasar uang Bank Himpunan Saudara Rully Nova menambahkan bahwa adanya proyeksi di pasar mengenai rencana bank sentral AS (Federal Reserve, the Fed) yang akan memundurkan waktu untuk menaikkan suku bunganya pada September menjadi salah satu faktor penopang bagi mata uang rupiah.
“Beberapa indikator belum memungkinkan bagi the Fed untuk menaikkan suku bunga pada September tahun ini. Secara keseluruhan, data tenaga kerja Amerika Serikat masih di bawah harapan the Fed dan inflasi AS juga masih cukup rendah,” katanya.
Ia mengatakan di tengah tren koreksi mata uang rupiah seperti saat ini, pemerintah dapat memanfaatkannya untuk mendorong kinerja ekspor domestik. Ditambah lagi produk ekspor Indonesia juga dinilai masih cukup kompetitif di pasar global.
“Pelaku pasar masih tetap waspada karena potensi rupiah kembali melemah masih cukup terbuka menyusul kebijakan pemerintah Tiongkok yang kembali melakukan devaluasi mata uangnya,” katanya.
ANTARA
Baca juga:
RESHUFFLE KABINET: Pram Masuk, Tapi Mega Gagal Gusur Rini?
Evan Dimas di Spanyol: Klub Promosi Divisi II, Ini Rapornya
—
Distribusi: Tempo.co News Site
Speak Your Mind