Rupiah kembali ke ambang 12.000

JAKARTA. Nilai tukar rupiah dalam kondisi prima, tersokong faktor eksternal dan internal. Pada separuh pertama tahun ini, rupiah berpotensi kembali menyenggol level Rp 12.000-an per dollar Amerika Serikat (AS) yang terakhir disentuh pada Mei 2015.

David Sumual, Ekonom Bank Central Asia (BCA), mengatakan, dukungan penguatan rupiah datang dari pasar global, yang tengah dihantui ketidakpastian dan perlambatan ekonomi.

Yang terdekat, pasar pesimistis Fed akan mengerek suku bunga. Sebaliknya, European Central Bank (ECB) terus menggelontorkan stimulus. Kemarin (10/3), ECB kembali menggunting suku bunga.

Pertama, suku bunga utama dipangkas 5 basis poin (bps) menjadi 0%. Kedua, tingkat bunga fasilitas kredit margin turun 5 bps menjadi 0,25%. Ketiga, suku bunga fasilitas deposito turun 10 bps menjadi minus 0,4%. ECB juga meningkatkan pembelian obligasi menjadi € 80 miliar per bulan mulai April 2016.

Sementara dari dalam negeri, “Laporan ekonomi positif ditambah arus deras hot money,” kata David, kemarin. Dus, David memprediksi, kurs rupiah bergerak Rp 12.900-Rp 13.500 di akhir semester I-2016.

Josua Pardede, Ekonom Bank Permata, menilai, rupiah masih menguat di semester I. Rentang pemangkasan BI rate terjaga hingga 6,5%. Itu akan berdampak positif bagi pasar saham dan aset yang akan menyokong rupiah.

Prediksi Joshua, rupiah bergerak di Rp 12.800–Rp 13.200 di separuh pertama 2016. Di semester II, fundamental ekonomi harus stabil untuk menghalau gejolak di pasar global.

“Kestabilan harus dipertahankan agar menggerakkan rupiah dengan faktor domestik, bukan eksternal,” ujarnya.

Rully Arya Wisnubroto, Analis Pasar Uang Bank Mandiri, juga melihat, pasar optimistis dengan prospek ekonomi Indonesia. Penggelontoran stimulus ekonomi China dipandang positif dan mengangkat rupiah.

“Jika tak ada intervensi BI, rupiah bisa menguat lebih tajam lagi,” kata Rully.

Pelaku usaha menyambut baik penguatan rupiah. “Dengan penguatan rupiah, kami berharap bisa menurunkan biaya bahan baku impor,” kata Direktur PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) Vidjongtius.

Direktur Keuangan PT XL Axiata Tbk (EXCL) Muhammad Adlan bilang, rupiah yang stabil berpengaruh pada kinerja EXCL. Ia yakin, bottom line EXCL akan positif karena perseroan sudah tak memiliki rugi kurs. “Tahun ini tidak ada lagi rugi kurs,” imbuhnya. Di pasar spot, Kamis (10/3) rupiah Rp 13.052.

Sedangkan kurs tengah BI senilai Rp 13.149. Morgan Stanley dalam research Asean Equity Strategy 2 Maret memproyeksi, rupiah Rp 12.863 dalam 12 bulan ke depan.

Namun, David mengingatkan potensi gejolak rupiah yang perlu diwaspadai di semester II. Sebab, The Fed akan mengerek suku bunga, ekonomi China masih lesu dan defisit neraca perdagangan Indonesia membengkak. Seorang tresuri bank Eropa di Singapura mewanti-wanti derasnya dana asing yang masuk.

“Dana tersebut lebih berkomitmen, tapi tetap saja sewaktu-waktu bisa keluar,” ujarnya. Kalau itu terjadi, rupiah bisa melemah ke Rp 13.900 per dollar AS.


Distribusi: Kontan Online

Speak Your Mind

*

*