Rupiah & Inflasi Halangi Penguatan Pasar Obligasi

INILAHCOM, Jakarta Meski tidak melemah tajam, laju pasar obligasi tak mampu mendarat di zona hijau. Pelemahan rupiah dan rendahnya inflasi Agustus yang ditanggapi dingin oleh pasar jadi pemicunya.

“Dibandingkan pekan lalu, hingga akhir pekan kemarin, sentimen yang mewarnai laju pasar obligasi tidak jauh berbeda di mana masih melemahnya nilai tukar Rupiah sepanjang pekan kemarin kian menjadi penghalang laju pasar obligasi untuk dapat berbalik menguat,” kata Reza Priyambada, kepala riset NH Korindo Securities Indonesia (NHKSI) kepada INILAHCOM, di Jakarta, Minggu (6/9/2015).

Tekanan aksi jual masih dirasakan pasar obligasi namun tidak sederas pekan sebelumnya. Sepanjang pekan kemarin aksi jual yang terjadi dapat berkurang seiring aksi menahan diri pelaku pasar untuk tidak masuk secara agresif. “Imbasnya volume perdagangan menjadi berkurang dan pelemahan pun dapat lebih terbatas,” ucapnya.

Laju pasar obligasi pun sejalan dengan laju IHSG yang berbalik melemah. Sama seperti pekan sebelumnya di mana pada pasar obligasi, pelaku pasar belum mendapatkan sentimen positif yang dapat dijadikan pegangan mereka.

Apalagi dari rilis inflasi Agustus yang tidak sepenuhnya memberikan sentimen positif karena munculnya persepsi rendahnya inflasi diikuti oleh penurunan daya beli masyarakat sehingga menegaskan masih berjalannya perlambatan ekonomi dalam negeri.

Selain itu, pelaku pasar turut meresponspositif hasil dari pertemuan Jackson Hole Symposium di akhir pekan kemarin yang memperlihatkan maraknya dukungan dari bank sentral lainnya terhadap kenaikan suku bunga The Fedsehinggamemperlihatkan adanya keinginan untuk meniadakan ketidakpastian yang dapat menekan laju pasar obligasiglobal. “Dengan demikian, pelemahan yang terjadi pun masih dapat lebih terbatas,” tuturnya.

Tidak hanya pada obligasi pemerintah, pada obligasi korporasi laju yield cenderung meningkat tipis seperti yang terjadi dengan rating AA. Di pekan sebelumnya di kisaran 11,45%-11,50% untuk tenor 9-10 tahun namun, di pekan kemarin pergerakannya hanya naik tipis di kisaran 11,45%-11,55%.

Dari sisi makroekonomi, laju pasar obligasi kali ini masih dipengaruhi kondisi dalam negeri terutama berupa pelemahan nilai tukar rupiah dan belum adanya sentimen positif dari dalam negeri.

Harga obligasi pemerintahcenderung masih melemah secara mayoritas meski ada beberapa yang menguat yang terefleksi dari naiknya yield untuk semua tenor. Kenaikan yield rata-rata yang terbesar diraih oleh obligasi tenor menengah (5-7 tahun).

Kelompok tenor pendek (1-4 tahun) mengalami kenaikan rata-rata yield 0,57 bps; tenor menengah (5-7 tahun) mengalami kenaikan yield sekitar 0,94 bps; dan tenor panjang (8-30tahun) malah sebaliknya turun yield hingga 1,90bps.

Terlihat obligasi pemerintah seri benchmark FR0069 yang memiliki jatuh tempo 4 tahun kembali melemah harganya hingga 29,23 bps. Sementara dengan FR0070 yang memiliki jatuh tempo 9 tahun berbalik melemah harganya hingga 91,27 bps.

Di pekan kemarin pemerintah telah melelang penjualan Surat Utang Negara dalam mata uang Rupiah yang telah dilakukan pada hari Selasa, 1 September 2015. Jumlah indikatif yang dilelang sebesar Rp10 triliun untuk memenuhi sebagian dari target pembiayaan dalam APBN 2015.

Adapun seri-seri yang dilelang sebagai berikut:

a. Seri SPN03151202 (new issuance) dengan pembayaran bunga secara diskonto dan jatuh tempo pada tanggal 2 Desember 2015;

b. Seri SPN12160902 (new issuance) dengan pembayaran bunga secara diskonto dan jatuh tempo pada tanggal 2 September 2016;

c. Seri FR0053 (reopening) dengan tingkat bunga tetap (fixed rate) sebesar 8,250% (delapan koma dua lima per seratus) dan jatuh tempo pada tanggal 15 Juli 2021;

d. Seri FR0056 (reopening) dengan tingkat bunga tetap (fixed rate) sebesar 8,375% (delapan koma tiga tujuh lima per seratus) dan jatuh tempo pada tanggal 15 September 2026; dan

e. Seri FR0072 (reopening) dengan tingkat bunga tetap (fixed rate) sebesar 8,250% (delapan koma dua lima per seratus) dan jatuh tempo pada tanggal 15 Mei 2036.

Di pekan kemarin, nilai yang diminta pelaku pasar lebih rendah dari lelang SUN sebelumnya. Meski sentimen di pekan kemarin masih terdapat sentimen negatif namun, permintaan akan lelang SUNcukup tinggi dan bahkan mampu melampaui target indikatifnya.

Adapun jumlah SUNyang dilelang menunjukan peningkatan dibandingkan lelang SBSN sebelumnya namun, nilai penawarannya lebih rendah. Lelang SUNyang terserap lebih banyak pada tenor jangka menengah.

Dalam lelang kali ini, total permintaan yang masuk mencapai Rp16,34 triliun, lebih rendah dibandingkan lelang SUN periode sebelumnya, Selasa (18/8) yang mencapai Rp20,89 triliun. Pada lelang kali ini, lelang berhasil diserap Rp10 triliun atau sama dengan target indikatif yang ditetapkan sebelumnya sebesar Rp10 triliun.

Pemerintah memenangkan semuaseri SUN. Adapunseri yang dimenangkan a.l seri SPN03151202 dengan permintaan yang masuk dari investor Rp2,91 triliun. Imbal hasil terendah yang masuk sebesar 5,40% dan Imbal hasil tertinggi 6,99%. Seri ini diserap Rp1 triliun dengan Imbal hasil rata-rata tertimbang 5,87% dan tingkat imbalan diskonto.

Kemudian, seri SPN12160902mengalami permintaan Rp3,25 triliun dengan Imbal hasil terendah 6,50% dan Imbal hasil tertinggi yang masuk 7,30% serta diserap Rp1,5 triliun. Seri FR0053 mengalami permintaan Rp4,36 triliun dengan Imbal hasil terendah 8,30% dan Imbal hasil tertinggi yang masuk 8,72% serta diserap Rp3,8 triliun.

Seri FR0056 dengan permintaan yang masuk dari investor Rp3,79 triliun dan diserap Rp2,9 triliun dengan Imbal hasil rata-rata tertimbang 8,73% dan tingkat kupon8,38%. Seri FR0072 dengan permintaan yang masuk dari investor Rp2,79 triliun dan diserap Rp800 miliar dengan Imbal hasil rata-rata tertimbang 9,08% dan tingkat kupon8,25%. [jin]


Distribusi: Inilah.com – Pasarmodal

Speak Your Mind

*

*