Rupiah Ditutup Menguat ke Posisi Rp 13.168/USD

shadow

BenzanoPergerakan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) di akhir pekan masih terus menguat ketika mata uang AS tersebut masih lesu. USD tergelincir di awal kuartal tahun 2016 dipengaruhi keraguan laporan bulanan data ekonomi AS serta jelang kenaikan suku bunga acuan, usai sempat mencetak rekor terburuk dalam enam setengah tahun.

Berdasarkan data dari Limas, rupiah menutup akhir pekan di level Rp 13.168/USD. Posisi ini bertambah 67 poin dari penutupan sebelumnya yang berada di level Rp 13.235/USD.   Data Bloomberg menunjukkan, rupiah sore ini berada pada level Rp 13.167/USDdengan kisaran harian Rp 13.140-Rp 13.224/USD. Posisi itu semakin menguat jika dibanding penutupan sebelumnya yang berada di level Rp 13.239/USD.

Di sisi lain, berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) BI, rupiah berada pada level Rp 13.200/USD. Posisi ini menguat tipis dari posisi sebelumnya di posisi Rp 13.276/USD.  Seperti dilansir Reuters, Jumat (1/4) greenback tercatat naik 4% terhadap beberapa mata uang utama di kuartal pertama. Mayoritas pasar modal bergejolak ketika The Fed menyatakan akan berhati-hati untuk mendorong kembali harapan atas kenaikan suku bunga acuan (Fed rate). Tercatat indeks USD menyusut 0,1% pada hari ini ke posisi 94,60, ketika kemarin sempat berada pada posisi terendah dalam lima setengah bulan di level 94.319.

Data tenaga kerja AS yang biasanya menjadi salah satu rilis paling dinanti, namun menurut beberapa analis justru mengatakan hal itu tidak akan berdampak kuat. Lantaran perlu didukung hawkish dari the Fed untuk pergerakan USD.   Poin paling penting untuk USD adalah pendapatan rata-rata. Tapi ketika kita melihat lebih jauh, ini memberikan harapan tapi tidak meyakinkan pasar bahwa segala sesuatunya akan baik-baik saja.

Sebagai informasi, Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Sasmito Hadi Wibowo mengatakan pada April 2016 berpotensi terjadi deflasi, bila pemerintah mampu menjaga harga komoditas seperti bawang maupun cabai.

 Sasmito mengatakan bawang dan cabai menjadi faktor terbesar penyumbang terjadinya inflasi pada Maret 2016 sebesar 0,19 %, karena kenaikan harga dua komoditas pangan tersebut sangat tajam akibat pasokan yang terbatas.  Untuk itu, pergerakan harga dua komoditas pangan tersebut harus selalu dipantau, karena harga kebutuhan pokok lainnya seperti beras, telur ayam ras dan daging ayam ras nisbi stabil, bahkan menurun pada periode Maret.

Selain itu, ada kemungkinan April yang mulai memasuki masa panen dan kebijakan pemerintah yang menurunkan tarif angkutan umum serta tarif dasar listrik bisa menjadi faktor lain yang bisa menyumbang deflasi pada periode ini.  Namun, ada komponen yang berpotensi mengalami kenaikan harga dan menyumbang inflasi pada April, antara lain penyesuaian iuran BPJS, fluktuasi harga emas yang terus meningkat dan kenaikan harga minyak goreng.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat laju inflasi nasional pada Maret 2016 sebesar 0,19%, karena harga-harga bahan kebutuhan pokok dalam periode ini nisbi terkendali. [Sugeng R]    


Distribusi: Financeroll Indonesia

Speak Your Mind

*

*