Rupiah Ditutup Melemah di Posisi Rp 13.625/USD.

shadow

Financeroll –  Laju nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) pada akhir pekan ini ditutup melemah tipis, di tengah menguatnya dolar  terhadap beberapa uang lainnya.  Kurs  rupiah berdasarkan data Limas berada pada level Rp 13.625/USD. Posisi itu melemah 20 poin dari posisi penutupan sebelumnya yang berada di level Rp 13.605/USD. Sementara, data Bloomberg, rupiah berada pada level Rp 13.623/USD. Posisi itu menguat 17 poin atau lebih baik dari penutupan kemarin di level Rp 13.6400/USD.

Seperti dikutip dari Reuters hari ini, dolar  terlihat naik tipis dari posisi terendah dalam dua bulan. Namun, masih berada di jalur kerugian mingguan terberat sejak 2009. Hal ini dikarenakan investor menunggu data ketenagakerjaan AS.  Sejak awal pekan ini dolar melemah hampir 3% terhadapa beberapa mata uang utama di dunia, karena adanya harapan bahwa Federal Reserve akan menaikkan suku bunga setidaknya sekali setahun ini.

Euro terhadap dolar  turun 0,2% ke level 1,1190. Namun, jika dilihat dalam sepekan terakhir kenaikannya lebih dari 3% atau terbesar sejak Oktober 2011.  Di sisi lain, Indeks USD naik 0,2% ke posisi 96,951, setelah kemarin diperdagangkan cukup rendah di level 96,239, atau terlemah sejak akhir Oktober.  Meski demikian, terhadap yen, dolar  mendatar di level 116,80, mendekati posisi terendah dalam dua pekan yang berada di level 116,525.

Sebagai informasi, ekonomi domestik masih menghadapi tantangan seiring rentannya pertumbuhan ekonomi global. Meski tahun ini pertumbuhan ekonomi global diprediksi lebih baik dari tahun lalu, masih menyimpan sejumlah risiko. Dana Moneter Internasional (IMF) menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonomi global untuk periode dua tahun mendatang. Lembaga dunia tersebut memperkirakan ekonomi dunia pada 2016 tumbuh 3,4% dan 3,6% untuk 2017.

Selain itu, tantangan lain yang dihadapi perekonomian nasional adalah terkait dampak global yang ditimbulkan oleh proses normalisasi kebijakan moneter Amerika Serikat (AS), baik dari sisi waktu maupun besaran perubahan tingkat suku bunga The Fed (Fed Fund Rate). Setelah suku bunga The Fed naik pada pertengahan Desember 2015, tahun ini diperkirakan perlahan masih akan naik.

Kemudian, tantangan berikutnya adalah penurunan harga komoditas yang diperkirakan masih berlanjut pada 2016 sejalan berakhirnya super-cycle harga komoditas dan rendahnya permintaan dari negara tujuan ekspor. Pertumbuhan ekonomi China yang melambat berakibat pada menurunnya laju produksi, konsumsi, dan investasi sehingga memberikan pengaruh signifikan pada perekonomian global. China yang memiliki pangsa pasar global mencapai 56% ikut memukul penurunan kinerja ekspor Indonesia, terutama ekspor komoditas akibat turunnya permintaan komoditas dari China.

Di tengah perlambatan ekonomi global dan domestik, kinerja ekspor dan impor juga terkena dampaknya. Pada 2015 kinerja ekspor dan impor kurang menggembirakan. Ter-depresiasinya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS ternyata tidak mampu meningkatkan nilai ekspor nasional secara signifikan. Perkembangan ekspor yang kurang menggembirakan di antaranya disebabkan oleh banyak hal, terutama menyangkut anjloknya harga-harga komoditas ekspor utama di pasar dunia. [Sugeng R]


Distribusi: Financeroll Indonesia

Speak Your Mind

*

*