Rupiah Diperkirakan Bergerak di Atas Rp 11.915 per USD

shadow

rupiah136

rupiah136

Financeroll – Laju nilai tukar Rupiah terhadap mata uang dolar Amerika Serikat (AS) diperkirakan masih di atas di bawah level support Rp 11.915 per USD. Kurs Rupiah berada di kisaran Rp 11.990-Rp 11.970 menurut kurs tengah Bank Indonesia (BI).  Rupiah mencoba berbalik positif dengan memanfaatkan pelemahan laju dolar. 

Diharapkan tren ini dapat terjaga sehingga Rupiah dapt bertahan di zona hijau.  Sebelumnya, laju Rupiah di akhir pekan mampu berbalik positif.  Pelaku pasar mencoba memanfaatkan tren melemahnya dolar seiring dengan rilis pertemuan The Fed yang belum akan menaikkan suku bunga untuk kembali mentransaksikan mata uang emerging market, termasuk Rupiah.

Adanya optimisme akan perbaikan ekonomi China setelah PboC melonggarkan kebijakan moneternya membuat Yuan sedikit terangkat.  Begitupun dengan Pounsterling yang juga menguat setelah hasil voting suara yang menetapkan Skotlandia tetap di wilayah Inggris. Keduanya turut memicu terapresiasinya Rupiah.

Selain itu, imbas dari kebijakan Sentral AS, The Fed untuk meneruskan penghentian stimulus moneter, dan respons Bank Sentral Eropa (European Central Bank-ECB) bersama Bank Sentral Jepang dan Bank Sentral China dalam mempertahanan perekonomian di negara masing-masing. Pelemahan nilai tukar mata uang ini merupakan gejala global sebagai imbas keputusan Bank Sentral Amerika Serikat The Fed mengurangi likuiditas global melalui pengurangan sampai pada akhirnya tercapainya program penghentian stimulus moneter atau yang disebut sebagai Quantitative Easing (QE) III.

Selain aspek-aspek dalam negeri, dua tekanan yang berlawanan arah dipastikan akan menciptakan ketidakpastian di pasar keuangan baik dalam jangka pendek dan menengah terhadap nilai tukar rupiah.  Kedua tekanan itu adalah keputusan The Fed meneruskan quantitative easing (QE) III, dan upaya Bank Sentral Eropa (European Central Bank-ECB) bersama Bank Sentral Jepang dan Bank Sentral China untuk mempertahankan dan bahkan menambah likuiditas untuk menggairahkan perekonomian di kawasan tersebut.

Keputusan The Federal Open Market Committee (FOMC) terkait dengan tahapan pengakhiran QE-III dan pengakhiran suku bunga murah, dengan melakukan pemangkasan pembelian obligasi yang menyisakan USD25 miliar (bulan ini USD 10 miliar, dan pada bulan Oktober sebesar Rp 15 miliar) ditambah dengan optimisme perkembangan ekonomi AS, telah mendorong sentimen penguatan mata uang dolar terhadap mata uang negara-negara lain termasuk dengan Rupiah.

Di sisi lain,  ekonomi-ekonomi besar seperti Eropa, Tiongkok dan Jepang justru mengalami persoalan likuiditas yang mendorong kebijakan menempuh Quantititve Easing. Bank Sentral Eropa meluncurkan Targeted Long Term Refinancing Operations (TLTROs) dengan memberikan pinjaman murah kepada industri perbankan di kawasan Euro dengan nilai sebesar 400 miliar euro atau USD 518 miliar).

Karena itu pula,   tidak mengherankan jika setidaknya hampir seluruh mata uang di Asia melemah terhadap dolar pada sesi perdagangan Minggu ketiga September 2014. Negara-negara yang mengalami pelemahan nilai tukar itu di antaranya  Malaysia, Korea Selatan, Filipina, Jepang, Thailand, Singapura, Taiwan, dan Indonesia. [geng]


Distribusi: Financeroll Indonesia

Speak Your Mind

*

*