Rupiah 'Diombang-ambing' The Fed, OJK: Ini di Luar Kontrol Kami

Jakarta -Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dalam beberapa hari terakhir bergerak cenderung melemah. Dolar AS masih ‘betah’ di level Rp 13.000.

Salah satu penyebab pelemahan rupiah adalah ‘keperkasaan’ dolar AS terhadap mata uang dunia. Dolar AS tengah menanjak di tengah ketidakpastian soal kenaikan suku bunga oleh bank sentral AS The Federal Reserve/The Fed. Meskipun belum ada kepastian, tetap saja rupiah melemah hingga ke titik terlemahnya sejak 1998.

Deputi Komisioner Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mulya Siregar menilai, situasi perekonomian Indonesia saat ini tak terlepas dari pengaruh global. Pelemahan rupiah dinilainya masih belum seberapa dibandingkan mata uang lain. Namun Mulya menegaskan bahwa situasi ini tidak sama dengan 1998

Even euro lebih parah lagi melemahnya, 11%. Kalau 1998 itu cenderung karena internal kita dan ekonomi politik. Tapi sekarang, this is not under our control,” ucap Mulya saat ditemui usai acara Peluncuran Buku Liberalisasi Perbankan Indonesia di Menara BTN, Jakarta, Rabu (18/3/2015).

Menurutnya, selain soal kebijakan bank sentral AS The Fed yang bakal menaikkan tingkat suku bunga, pelemahan rupiah juga disebabkan oleh pengaruh turunnya harga minyak dunia.

“Jadi penguatan dolar AS sedemikian rupa jadi kita harus antisipasi dengan sebaik-baiknya saja. Kalau saya mengatakan bahwa pengaruh daripada turunnya harga minyak itu lah yang membuat penguatan dolar. Begitu dolar AS kuat, semuanya kena dampak,” katanya.

Namun begitu, lanjut Mulya, masih ada negara-negara yang mampu menahan kuatnya tekanan dolar AS yaitu India dan Filipina. Alasannya, karena negara-negara tersebut memiliki cadangan devisa yang cukup tinggi.

“Filipina bisa menguat karena dia punya cadangan devisa kuat, ini dari remitansi. Ibaratnya kalau di Indonesia ini TKW-nya. Sementara kita posisinya dalam current account deficit (defisit transaksi berjalan),” terang dia.

Lebih jauh Mulya menjelaskan, OJK bertugas mengawasi bank-bank yang berpotensi terkena dampak dari pelemahan rupiah. Pengawasan yang utama soal kondisi likuiditas.

“Sementara ini kita masih terus mengamati kondisi bank, kan kalau bank kenapa-kenapa yang dilihat risiko likuiditasnya. Selama ini kalau dilihat overall masih oke. Selama ini kita awasi, risiko likuiditas masih aman,” tegasnya.

(drk/hds)

Redaksi: redaksi[at]detikfinance.com
Informasi pemasangan iklan
hubungi : sales[at]detik.com


Distribusi: finance.detik

Speak Your Mind

*

*