Rupiah Bisa Bertolak Belakang dengan Yuan

INILAHCOM, JakartaTak seperti yuan China, nilai tukar rupiah mampu menguat terhadap dolar AS seiring intervensi otoritas Tiongkok atas pasar sahamnya. Seperti apa?

Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dalam sepekan terakhir ditransaksikan menguat 12 poin (0,08%) ke posisi 13.874 pada Jumat, 22 Januari 2016 dibandingkan akhir pekan sebelumnya di angka 13.886 per Jumat, 15 Januari 2016.

“Meski sempat melemah, laju rupiah tercatat menguat sepanjang pekan kemarin,” kata Reza Priyambada, kepala riset NH Korindo Securities Indonesia (NHKSI), kepada INILAHCOM di Jakarta, Minggu (24/1/2016).

Meski laju Yuan sempat tertolong rilis kenaikan house price index Tiongkok namun, oleh karena jelang dirilisnya data ekonomi kuartal IV Tiongkok yang diperkirakan akan stagnan, membuat laju dari mata uang Yuan hanya menguat terbatas secara jangka pendek terhadap Yen dan USD. Setelah pembatasan yang dilakukan oleh PBOC, membuat Yuan kembali naik meski terbatas.

Kebijakan yang dilakukan oleh PBOC sepertinya berhasil membawa pelaku pasar untuk melakukan aksi beli terhadap Yuan. Sementara itu di pasar spot, Rupiah sempat menguat terbatas sebelum berakhir di zona merah di awal pekan. Rilis data ekonomi AS yang kurang memuaskan membuat pelaku pasar mempunyai celah untuk memanfaatkan keunggulan di tengah kurang stabilnya pasar global.

Data ekonomi Tiongkok yang diperkirakan stagnan membuat Rupiah terbatas dan cenderung melemah. Setelah dirilisnya data ekonomi Tiongkok, laju pada pasar forex bergerak variatif dimana USD sempat menguat terhadap beberapa mata uang.

Pelaku pasar nampaknya merespon data ekonomi Tiongkok dengan sangat beragam dikarenakan anggapan penurunan yang terjadi wajar dan dapat ditoleransi sambil berharap adanya stimulus guna merangsang laju pertumbuhan Tiongkok.

Dengan minimnya sentimen global, Rupiah yang minim sentimen dari dalam negeri nampaknya berhasil memanfaatkan celah yang ada. Dirilisnya proyeksi IMF terhadap ekonomi global nyatanya membuat sejumlah mata uang di Asia tak berdaya. IMF menurunkan proyeksi pertumbuhan global di tahun ini sehingga memicu pelaku pasar untuk melakukan aksi jual terhadap beberapa valuta asing.

Di sisi lain, pelemahan minyak yang kembali di level terendah masih menjadi rentetan sentimen negatif beberapa mata uang negara berkembang khususnya yang sangat berpengaruh terhadap komoditas. Jelang Pidato dari Mario Draghi selaku pimpinan ECB, USD bergerak variatif dimana USD menguat terhadap beberapa mata uang. Kembali melemahnya minyak dunia di area US$26 per barel menyebabkan pelaku pasar masih wait and see sehingga jalannya perdagangan valuta asing cenderung mixed.

Rupiah pun kini berbanding terbalik dengan Yuan, di mana Rupiah mampu menguat terhadap dolar AS sedangkan Yuan masih melemah terhadap dolar AS setelah diperkirakan karena Intervensi People’s Bank of China (PBoC) terhadap Bursa saham China yang menyebabkan jumlah uang beredar kembali membanjiri Tiongkok.

Lalu intervensi ini pun menyebabkan penurunan nilai mata uangnya secara tidak langsung terhadap beberapa negara khususnya negara maju.

Laju Rupiah sepanjang pekan kemarin menguat tipis. Laju Rupiah hampir mendekati target area resisten Rp13.930. Arah berikutnya, berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia, nilai tukar rupiah berpeluang melaju dalam kisaran support dan resisten 14.050-13.925. [jin]


Distribusi: Inilah.com – Pasarmodal

Speak Your Mind

*

*