Rupiah Anjlok, Perajin Tahu Kesulitan Beli Kedelai

Jum’at, 28 Agustus 2015 | 14:57 WIB

Pekerja menyaring sari kedelai dalam proses pembuatan tahu di Kramatwatu, Serang, Banten (24/8). Para perajin tahu tempe mempertanyakan perlindungan Harga Kedelai sebab penguatan dolar AS saat ini telah melambungkan harga kedelai dan mengancam banyak perajin gulung tikar. ANTARA/Asep Fathulrahman

TEMPO.CO, Sidoarjo – Perajin tahu di Sidoarjo, Jawa Timur, pasrah atas melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Melemahnya nilai tukar rupiah membawa dampak kedelai impor yang biasa mereka gunakan sebagai bahan baku semakin mahal sehingga keuntungan perajin menurun.

“Keuntungan menurun. Bahkan sejak awal Agustus lalu harga kedelai impor di koperasi sudah naik menjadi Rp 7.050 per kilogram,” kata Ahmad Hidayat, perajin tahu di Desa Sepande, Kecamatan Candi, Sidoarjo, Jumat, 28 Agustus 2015.

Sebelumnya, menurut Hidayat, harga kedelai impor sebesar Rp 6.500 per kilogram. Namun, seiring dengan melemahnya rupiah, harga kedelai kian naik. Meski harga kedelai naik, Hidayat mengaku tidak memperkecil ukuran tahu ataupun menaikkan harga.

“Maunya ya diperkecil agar dapat untung banyak. Tapi harus bagaimana lagi, kalau diperkecil, konsumen protes dan beralih ke perajin lain,” katanya.

Hidayat menuturkan tiap hari dirinya membutuhkan 3 kwintal kedelai impor untuk membuat tahu dengan berbagai ukuran. Tahu berukuran 14 x 14 sentimeter dengan tebal 6 sentimeter dijual seharga Rp 3.000. Adapun tahu berukuran 6 x 8 sentimeter dengan tebal 4 sentimeter dijual seharga Rp 800.

Ketua Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia Karya Mulya Desa Sepande, Sukari, mengatakan melemahnya rupiah mempengaruhi volume omzet. “Biasanya sebulan bisa 350-400 per ton, kini maksimal 350 ton,” katanya.

Sukari mengatakan jumlah perajin tahu dan tempe yang menjadi anggota koperasi Karya Mulya sekitar 270 orang. Namun, bila dihitung secara keseluruhan, ada sekitar 400 perajin.

NUR HADI


Distribusi: Tempo.co News Site

Speak Your Mind

*

*