Rupiah Anjlok ke Titik Krismon 1998, RI Masih Jauh Dari Krisis

Jakarta -Secara perlahan, nilai tukar rupiah terus menunjukkan pelemahan yang cukup dalam terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Dolar AS pun bertengger ke level Rp 13.300 atau hampir setara periode krisis moneter 1998.

Halim Alamsyah, Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) menilai secara umum, fundamental perekonomian Indonesia masih cukup baik. Sehingga meski rupiah melemah tajam, tapi bukan berarti sama seperti saat krisis moneter.

“Ini kan tertinggi, tapi berbeda fundamentalnya,” ungkap Halim di Istana Bogor, Jumat (5/6/2015)

Pertumbuhan ekonomi memang sekarang tengah melambat. Seiring dengan laporan kuartal I-2015 yang sebesar 4,7% dan di akhir tahun proyeksi BI hanya sampai pada level 5,1%.

Akan tetapi menurut Halim, pasar keuangan‎ yang ada sekarang jauh lebih baik. Gejolak yang ditimbulkan juga bisa diredam lebih cepat dibandingkan yang terjadi di masa lalu. Buktinya di 2008, Indonesia bisa terhindar dari krisis.

“Jadi walaupun menurun pertumbuhan, tapi relatif sektor keuangan cukup kuat,” sebutnya.

BI akan tetap memantau pergerakan rupiah setiap waktunya. Bila ada pergerakan yang di luar kebiasaan, maka BI akan segera melakukan intervensi.

“Kita mantau, selama pergerakan masih sesuai dengan fundamental‎ ekonomi, ya tentu tidak banyak yang dilakukan. Tapi kalau terlalu liar, BI akan intervensi,” tukasnya.

Posisi dolar AS yang paling tinggi terhadap rupiah ada di level Rp 16.650 pada 17 Juni 1998 alias saat krisis moneter (krismon). Setelah itu tertinggi kedua pada 25 November 2008 di Rp 12.650.

Pada saat itu terjadi krisis ekonomi global menyusul jatuhnya Lehmann Brothers. Sedangkan posisi tertinggi ketiga adalah pada masa pemerintahan Gus Dur yaitu di Rp 12.000 per 26 April 2001.

(mkl/ang)

Redaksi: redaksi[at]detikfinance.com
Informasi pemasangan iklan
hubungi : sales[at]detik.com


Distribusi: finance.detik

Speak Your Mind

*

*