RI Masih Rentan Terhadap Gejolak Ekonomi Global

Jakarta -Indonesia menjadi negara yang dianggap rentan terhadap gejolak eksternal. Terutama ketika keputusan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed), yang baru saja menaikkan suku bunga acuan 25 basis poin menjadi 0,50%.

Thomas Rookmaaker, Direktur Fitch Rating mengatakan, kondisi tersebut yang membuat Bank Indonesia harus memperketat kebijakan moneter, agar dapat menjaga tekanan di pasar keuangan. Meskipun kemudian BI Rate tetap tinggi dan sulit berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi.

“Ada dampaknya, tidak akan banyak ruang bagi Bank Indonesia untuk mendukung pertumbuhan PDB di bulan depan,” ujar Thomas dalam risetnya yang dikutip detikFinance, Jumat (18/12/2015)

Kelemahan Indonesia menurutnya adalah, sangat bergantung terhadap ekspor komoditas, rendahnya investasi asing serta utang luar negeri yang terus meningkat dan besarnya kepemilikan asing terhadap surat utang pemerintah.

“Negara ini relatif rentan terhadap sentimen investor terhadap melemahnya pasar negara berkembang dibandingkan dengan beberapa negara lain,” terangnya.

Di samping itu, cadangan devisa (cadev) juga terus tergerus akibat pelemahan nilai tukar. Dalam sembilan terakhir, cadangan devisa sudah turun sampai ke US$ 100,2 miliar. Walaupun, Thomas menilai angka 5,6 bulan pembayaran impor masih cukup bagus.

‎”Cadev telah jatuh US$ 15 miliar ke US$ 100,2 miliar dalam sembilan bulan sampai November, sebagian karena intervensi nilai tukar,” kata Thomas.

Pemerintah harus segera mengambil peran untuk‎ memperbaiki fundamental ekonomi, agar tidak semakin rentan terhadap kondisi eksternal.

“Maka dari itu sangat dibutuhkan kemampuan pemerintah untuk menjaga stabilitas ekonomi makro sangat penting terutama untuk profil kredit sovereign Indonesia,” tegasnya.

(mkl/rrd)

Redaksi: redaksi[at]detikfinance.com
Informasi pemasangan iklan
hubungi : sales[at]detik.com


Distribusi: finance.detik

Speak Your Mind

*

*