Rasio kredit macet valas meningkat

JAKARTA. Nilai tukar rupiah kian yang tergerus di sepanjang tahun ini, membuat risiko kredit dalam denominasi valuta asing (valas) menjadi meningkat. Rasio kredit macet atawa non performance loan (NPL) untuk kredit valas pun berangsur naik akibat penurunan kemampuan debitur membayar utangnya.

Tahun ini, kredit valas tumbuh kencang. Berdasarkan data Statistik Perbankan Indonesia (SPI), kucuran kredit berdenominasi valas per Juli 2015 tercatat mencapai Rp 651,9 triliun, atau  naik 14,75% secara tahunan.

Pertumbuhan ini jauh lebih kencang dari penyaluran kredit dalam rupiah. Pada periode yang sama, kredit dalam rupiah hanya naik 8,71% menjadi Rp 3.181 triliun.

Berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah terhadap dollar pada periode itu melemah 16,92% dari

Rp 11.580 per dollar menjadi Rp 13.539. Ini merupakan salah satu sebab kredit valas terlihat tumbuh tinggi.

Efeknya pula, NPL kredit valas 10 bank besar, mengutip data Juni 2015, juga tumbuh signifikan dari 1,8% menjadi 3,53%. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Nelson Tampubolon bilang, OJK sudah mengingatkan bank untuk melakukan stress test dan memperkuat daya tahan bank. “Potensi debitur kesulitan mengelola keuangan jika rupiah terus melemah, akan merugikan bank,” tutur Nelson, Minggu (4/10).

Natural hedging

Direktur Keuangan Bank Rakyat Indonesia (BRI) Haru Koesmahargyo memperkirakan, pada semester II ini kebutuhan kredit valas justru akan melonjak karena pengerjaan sejumlah proyek infrastruktur baru dimulai.

Namun, hingga akhir Juni 2015, NPL valas BRI sudah naik menjadi 1,67% dari sebelumnya 1,2%, sehingga bank ini lebih hati-hati menyalurkan kredit valas.

Untuk membatasi kenaikan NPL, “Kami menawarkan konversi pinjaman valas ke rupiah ke beberapa debitur yang belum hedging,” kata Haru.

Direktur Keuangan BNI, Rico Rizal Budidarmo mengatakan, kredit valas BNI sebagian besar mengucur bagi sektor migas, manufaktur, infrastruktur dan energi. Kredit valas BNI tumbuh 27% secara tahunan hingga Juni 2015. Salah satu faktornya karena pelemahan rupiah. Jika memakai kurs awal tahun, kredit valas BNI hanya tumbuh 15%.

Sedangkan NPL kredit valas naik menjadi 2,42% (lihat tabel). Untuk meminimalisir risiko, BNI mengupayakan melakukan natural hedging.

Direktur Keuangan Bank Mandiri, Kartika Wirjoatmodjo menyatakan, pihaknya juga mendorong debitur melakukan hedging sehingga potensi NPL Mandiri bisa turun dari level saat ini 2,61%. “Sampai akhir tahun kami usahakan turun,” ujar Kartika.

Sementara itu, Direktur Utama Bank BCA Jahja Setiatmadja mengatakan, BCA di pada semester dua ini tak ingin memforsir penyaluran kredit valas. Selama ini sebagian besar debitur BCA adalah perusahaan BUMN seperti Pertamina dan PLN.

Sedangkan, Bank Panin memilih menyalurkan kredit valas ke perusahaan yang memiliki pendapatan valas. “Sehingga terjadi natural hedge,” jelas Herwidayatmo, Direktur Utama Bank Panin. kredit valas menyumbang porsi 8,17% dari total kredit Panin.

Editor: Havid Vebri.


Distribusi: Kontan Online

Speak Your Mind

*

*