Rambu kuning untuk likuidias bank di semester II

JAKARTA. Bank Indonesia (BI) memberikan sinyal rambu kuning pada likuiditas perbankan terhadap rencana kebijakan normalisasi The Federal Reserve yang akan menaikan suku bunga. Pasalnya, ada potensi pembalikan arus dana (capital reversal) dari negara-negara berkembang yang akan meningkatkan risiko likuiditas, jika ekonomi Amerika Serikat (AS) membaik.

Hasil kajian stabilitas keuangan BI, diasumsikan bahwa transmisi penurunan likuiditas terjadai melalui dua jalur. Pertama, melalui penurunan nilai aset surat berharga yang dimiliki oleh bank. Kedua, pihak asing akan menarik dananya dari perbankan sehingga posisi dana pihak ketiga (DPK) valuta asing (valas) akan turun dan akhirnya akan mempengaruhi likuiditas valas bank.

Simulasi BI menunjukkan bahwa kebijakan normalisasi the Fed berpotensi menurunkan rasio alat likuid industri perbankan sebesar 16% pada akhir tahun 2015, dengan posisi alat likuid terendah diperkirakan akan terjadi pada kuartal III/2015. Penurunan likuiditas terbesar terjadi pada bank BUKU 3 diikuti oleh bank BUKU 2 dan BUKU 1.

Gambarannya, secara umum rasio alat likuid per dana pihak ketiga (AL/DPK) akan turun 287 bps menjadi 15% dari pada akhir tahun 2015, dari posisi 18% sebelum terjadi keputusan the Fed. Kita boleh menghela nafas sejenak, karena posisi AL/DPK ini masih jauh berada di atas threshold, yaitu sebesar 8,5%.

Sedangkan dari sisi kelompok bank berdasarkan BUKU mencatat rasio AL/DPK pasca normalisasi dari sebelum normalisasi, untuk bank BUKU 1 menjadi 12% dari posisi 13%, kemudian bank BUKU 2 menjadi 14% dari posisi 18%, bank BUKU 3 menjadi 11% dari posisi 15%, dan bank BUKU 4 menjadi 19% dari posisi 19%.

BI menilai, secara umum hasil uji coba menunjukkan bahwa ketahanan likuiditas industri perbankan masih tetap terjaga apabila capital reversal pasca normalisasi kebijakan the Fed. Namun, diperkirakan sudah ada bank yang akan mengalami kesulitan likuiditas pada level individu apabila terjadi capital reversal dalam jumlah yang cukup besar dan dalam waktu singkat.

Wan Razly Abdullah, Direktur Keuangan Bank CIMB Niaga, mengatakan, pihaknya akan wait and see akan keputusan the Fed untuk menaikkan suku bunga pada semester II ini. Karena, langkah itu akan berdampak pada bisnis bank di Tanah Air. “Jika, the Fed menaikkan suku bunga 25 bps, kami akan revisi rencana bisnis setelah bulan Juni,” katanya, akhir pekan.

Roy A. Arfandy, Presiden Direktur Bank Permata, secara dari luar, likuiditas bank mendapat tekanan dari dalam. Misalnya, menjelang bulan Ramadan dan Lebaran berpotensi terjadi penarikan dana dari masyarakat. “Meskipun likuiditas bank dalam keadaan aman pada masa-masa ini, namun kedepan tetap menjadi fokus kami untuk jaga likuiditas,” ucapnya.

Editor: Hendra Gunawan


Distribusi: Kontan Online

Speak Your Mind

*

*