Proyeksi Menkeu Soal Nasib Rupiah di 2016

Jakarta -Sejak pertengahan 2013, nilai tukar rupiah terus bergerak melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Sekitar September 2015, rupiah bahkan mencapai titik paling lemah sejak krisis moneter di 1998, yakni 14.600/US$‎.

Namun untungnya, pergerakan itu masih terlihat halus. Fluktuasi yang berlebihan juga tidak begitu sering terjadi. Pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016, pemerintah mematok nilai tukar rupiah di level Rp 13.900/US$.

Penentuan posisi nilai tukar tersebut sudah menyertakan indikasi eksternal yang bisa saja datang secara tiba-tiba mengancam rupiah.

Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro tampak cukup optimis dengan asumsi tersebut. Kepada detikFinance, dalam wawancara khusus di Beijing, Bambang menjelaskan lebih rinci.

Berikut kutipan wawancara‎nya:

Gejolak eksternal masih terjadi, bagaimana proyeksi pemerintah terhadap nilai tukar rupiah di tahun ini?

Kita masih ikut APBN di 13.900 per dolar AS. Rupiah mungkin kalau dekat-dekat pengumuman FOMC (Federal Open Market Committee/ Rapat Bank Sentral AS) ada gejolak sedikit, kemudian tenang lagi. Karena saya melihatnya gejolak rupiah itu sudah lewat, yaitu 2013, ketika spekulasi itu di-price in di awal. Nah, sekarang waktu naik nggak ada kehebohan, yang ambil untung merasa sudah untung, selesai. Bagaimana pun mata uang permainan pasar juga.

Devaluasi yuan, menurut Anda apa pengaruhnya ke nilai tukar?

Sebenarnya sih China tidak wajib menjelaskan ke pihak luar soal kebijakan moneternya. Cuma mungkin yang bikin orang kaget adalah kok mereka yang melakukan, seolah-olah mereka kayak nggak punya daya saing. Kan devaluasi itu untuk peningkatan daya saing artinya. Orang berpikir, China bukannya sudah kompetitif, kenapa harus devaluasi lagi. Jadi pemicu spekulasi. Karena berpikir berarti ada sesuatu di China, maksudnya pemerintah China menyadari ekonomi akan down sehingga perlu didorong lagi dengan nilai yuan yang didevalusi. Lebih kepada spekulasi.

Kalau bukan karena daya saing, apa alasan China melakukan devaluasi?

Saya melihatnya lebih banyak kepada upaya dia untuk memperlihatkan yuan sebagai hard currency. Kan yuan baru masuk, nah berarti sekarang sedang mencari dimana posisi yang paling bagus sebagai hard currency. Kan euro, yen sudah tenang. Yuan ini karena masih baru, jadi mencari posisi yang pas.

(mkl/hns)

Redaksi: redaksi[at]detikfinance.com
Informasi pemasangan iklan
hubungi : sales[at]detik.com


Distribusi: finance.detik

Speak Your Mind

*

*