Proyek Sejuta Rumah Beri Angin Segar Kepada Emiten Keramik


shadow

Financeroll – Meski masih terseok-seok, angin segar nampaknya mulai menghampiri emiten keramik.

Setelah dibuai niat pemerintah untuk menurunkan harga gas industri, kabar gembira kini datang dari proyek 1 juta rumah yang diresmikan Presiden Joko Widodo pekan lalu.

Sepanjang tiga bulan pertama tahun ini kinerja tiga emiten keramik sebenarnya masih memprihatinkan.

PT Mulia Industrindo Tbk, PT Arwana Citramulia Tbk, dan PT Inti Keramik Alamasri Tbk. kompak membukukan penurunan penjualan. Tidak hanya itu, bottomline perseroan juga menciut akibat harga pokok produksi yang kian meningkat.

Inti Keramik Alamasri bahkan sampai harus merugi Rp13 miliar. Padahal, emiten berkode IKAI ini masih menikmati laba Rp296 juta pada periode yang sama tahun sebelumnya.

Hal senada juga dialami oleh Mulia Industrindo yang membukukan penurunan laba bersih hingga 88% dari sebelumnya Rp370,40 miliar menjadi hanya Rp43 miliar saja.

Persoalan utama yang dihadapi produsen keramik sebenarnya relatif seragam.

Kambing hitamnya apalagi kalau bukan pergerakan mata uang rupiah yang sampai saat ini enggan turun dari level Rp13.000 per dolar AS. Padahal, rata-rata emiten keramik hanya mematok rupiah di Rp12.500 sebagai acuan di tahun ini.

Pada gilirannya pelemahan rupiah ini mengerek pengeluaran perusahaan untuk membeli gas industri yang dibanderol dalam US$.

Apalagi harga gas yang berada di kisaran US$9 per million metric british thermal unit (mmbtu) dinilai masih menjadi salah satu yang tertinggi di Asia Tenggara.

Maka ketika Kementerian Perindustrian memunculkan wacana untuk memangkas harga gas hingga 40%, emiten keramik lantas melonjak kegirangan.

Kendati masih berupa wacana, sinyal positif dari Saleh Husin ini cukup untuk merawat harapan. Hendra Heryadi, Direktur Mulia Industrindo, mengatakan kebutuhan gas alam berkontribusi sekitar 30% terhadap ongkos produksi.

Tidak berhenti sampai di perseoalan harga gas industri, Hendra juga tengah menanti realisasi proyek sejuta rumah yang dicanangkan pemerintah.

Melihat gelagatnya, ini merupakan program yang prestisius. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono telah menyatakan komitmennya mendukung rencana tersebut dengan menderegulasi aturan yang menghambat.

Sepuluh peraturan mulai dari level keputusan presiden, peraturan pemerintah, peraturan menteri dalam negeri, peraturan menteri perumahan rakyat, keputusan menteri keuangan, peraturan Otoritas Jasa Keuangan, hingga peraturan presiden siap direvisi.

Secara simbolik Presiden Joko Widodo pun telah melakukan groundbreaking dengan membangun 331.000 unit rumah di tahap awal. Nilai investasi program ini disebut-sebut mencapai Rp67,8 triliun.

Analis PT Asjaya Indosurya Securities William Surya Wijaya menuturkan jika program ini direalisasikan akan berdampak positif ke emiten keramik.

Namun, seberapa besar dampaknya akan sangat bergantung pada jenis rumah yang dibangun. “Harus dilihat rumahnya tipe seperti apa. Kemungkinan besar kan jenis menengah bawah, jadi emiten yang produksi keramik premium tidak akan banyak berpengaruh,” katanya.

Secara garis besar William melihat permintaan keramik sebenarnya masih stabil.

Dia memprediksi kinerja penjualan di tahun ini tidak akan banyak perubahan dibandingkan tahun lalu. Hanya saja, pos laba bersih yang kemungkinan masih akan tertekan akibat fluktuasi mata uang rupiah.

Di sisi lain, Hendra menuturkan peluang untuk menggenjot penjualan dari proyek ini memang sangat besar.

Namun, persoalan utama yang dihadapi emiten keramik justru ada di harga gas. Selama produsen masih harus membeli gas dengan harga saat ini, tantangan yang akan dihadapi perseroan masih akan besar.

Guna menyelamatkan margin laba, perseroan berencana meningkatkan porsi ekspor hingga 20% terhadap total pendaptan di tahun ini.

Beberapa negara yang menjadi tujuan ekspor adalah negara-negara di Timur Tengah. Selama ini, pasar ekspor baru mencapai 12% dari total pendapatan.

Rudy Sujanto, Direktur Arwana Citramulia, mengatakan depresiasi rupiah sepanjang tahun lalu telah meningkatkan anggaran pembelian gas industri dan impor bahan baku.

Kebutuhan gas ini menyumbang 30% terhadap beban produksi, sedangkan komponen impor mencapai 20% total beban produksi.

Guna mengantisipasi kenaikan beban produksi di tahun ini, perseroan mencanangkan program untuk melakukan penghematan konsumsi gas hingga 3%.

“Tahun ini memang masih berat tetapi kami tetap optimistis,” katanya.

Hal senada juga diungkapkan oleh Vincentius An Eng, Sekretaris Perusahaan Intikeramik Alamasri.

Bagi emiten berkode IKAI ini proyek 1 juta rumah yang dicanangkan pemerintah tidak akan terlalu banyak pengaruhnya. Pasalnya, selama ini perseroan lebih banyak menjual produk keramik premium dengan merk ‘Essenza’.

“Kalau untuk progam ini sepertinya akan pakai menengah bawah yang harganya Rp5.000 per meter persegi. Kalau produk kami kan harganya Rp150.000 per meter persegi,” katanya.

Vincentius menuturkan, pasar keramik premium sampai saat ini memang belum menggembirakan. Biasanya perseroan menyuplai produknya ke proyek-proyek apartemen atau perkantoran.

Namun hingga kuartal I tahun ini sejumlah proyek pembangunan properti anyar belum terealisasi. Pihaknya berharap kondisi tersebut mulai membaik di paruh kedua 2015.

Analis PT Bahan Securities Adrian Mahendra Putra mengatakan pasar keramik di Indonesia masih terbuka lebar. Hal ini ditandai dengan peningkatan permintaan properti dari kelas menengah yang semakin besar.

Apalagi jika dibandingkan dengan negara tetangga, pengunaan keramik per kapita masyarakat Indonesia masih sangat rendah. Hanya 1,45 meter persegi dibandingkan dengan negara tetangga yang rata-rata telah mencapai 3 meter-4 meter persegi.

Memang masih patut ditunggu realisasi dari dua rencana besar tersebut, penurunan harga gas dan pembangunan 1 juta rumah. Biar bagaimanapun kabar manis ini rasanya penting untuk merawat harapan emiten keramik yang tengah tercekik harga gas industri.


Distribusi: Financeroll Indonesia

Speak Your Mind

*

*