Prospek Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Menghadapir Resiko Domestik


shadow

Financeroll – Prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia menghadapi risiko dari sisi domestik berupa keterbatasan pasokan barang dan jasa di dalam negeri.

Wakil Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan kendala suplai itu terjadi karena produktivitas yang rendah. Penyebabnya adalah belanja riset dan pengembangan yang minim, kualitas sumber daya manusia yang rendah, dan kapasitas inovasi yang belum mumpuni.

Mengutip data Asian Productivity Organization (APO), disebutkan produktivitas Indonesia hanya 0,5, lebih rendah dari Malaysia yang mencapai 1, Thailand 1,9, dan Vietnam 3. Produktivitas itu terdiri atas produktivitas modal dan tenaga kerja.

Semua itu menyebabkan kontribusi teknologi kepada pertumbuhan ekonomi menjadi rendah, dan menjadi kesulitan dalam menjaga pertumbuhan yang tinggi.

Kesenjangan infrastruktur juga melatarbelakangi kendala suplai, setidaknya tecermin pada ranking kualitas infrastruktur Indonesia di posisi 72, jauh tertinggal dari negara tetangga, Malaysia, yang merebut ranking 20 menurut Global Competitiveness Index 2014-2015.

Bambang mengatakan infrastruktur yang tidak memadai tecermin pada biaya logistik yang tinggi.

Kondisi ini terjadi karena belanja infrastruktur yang minim. Kelangkaan ini akhirnya membuat produktivitas rendah dan inefisiensi.

Kendala suplai lainnya disebabkan oleh kualitas sumber daya manusia dan pasar tenaga kerja yang rendah. Rata-rata masa belajar di Indonesia 7,61 tahun, hanya sedikit di atas Vietnam yang 7,15 tahun. Tidak heran jika hal itu menempatkan Indonesia pada posisi 87 menurut Bank Dunia.

Pasar keuangan yang dangkal dan biaya dana yang tinggi juga turut menjadi penyebab. Rasio uang beredar terhadap produk domestik bruto (M2) Indonesia menurut World Development Report hanya 40 per September 2014. Ini jauh di bawah Thailand dan Malaysia yang 131 dan 141.

Bunga kredit di Indonesia pun relatif paling tinggi di antara peers, yakni 13,63%, jauh di atas Malaysia yang 5,54%, Thailand 6,76%, dan China 6,08%.

Spread yang tinggi antara bunga kredit dengan bunga simpanan mengindikasikan sektor perbankan yang kurang efisien.


Distribusi: Financeroll Indonesia

Speak Your Mind

*

*