Prospek bisnis hilir emiten CPO

JAKARTA. Harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dunia belum menunjukan tanda-tanda rebound. Tapi, bukan berarti industri perkebunan menjadi mati langkah. Masih ada sejumlah peluang yang bisa dimaksimalkan. Salah satunya sisi hilir.

Produk turunan CPO, yakni olein bisa diolah lagi menjadi sejumlah produk, seperti minyak goreng dan biodiesel. Yosua Zishoki, Analis MNC Securities, mengatakan, produk turunan pertama yang masih bisa dimaksimalkan adalah minyak goreng. Ada beberapa alasan yang mendasari hal ini.

“Emiten perkebunan bisa mengontrol harga,” ujar Yosua, akhir pekan lalu.

Harga bisa dikontrol lantaran emiten CPO memainkan nilai tambah atau value added atas produk ini, misalnya dengan memainkan kualitas. Dengan kualitas lebih tinggi, emiten bisa mematok harga lebih tinggi.

Enaknya lagi, nilai tambah ini tidak mengikuti harga jual CPO dunia. Mau harga CPO naik atau turun, harga minyak goreng tetap ditentukan oleh permintaan pasar. Minyak goreng juga termasuk bahan kebutuhan pokok.

Sehingga, mau krisis seperti apapun, permintaan masih tetap ada. Jika mengacu hal ini, Yosua menyukai saham PT London Sumatera Indonesia Tbk (LSIP), PT Sinarmas Agro Tbk (SMAR), PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP), dan PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI).

Selain besar, keempat emiten CPO ini juga sudah memiliki produk kenamaan masing-masing. Tapi, Yosua menggarisbawahi SIMP. “Soalnya, selain ke pasar langsung, permintaan minyak dari SIMP juga berasal dari grup,” jelas Yosua.

Dari sisi fundamental, SMAR juga sejatinya menarik. Sayangnya, saham SMAR kurang likuid. Selain minyak goreng, produk turunan lain seperti biodiesel juga bisa memberikan sentimen positif bagi para pemain perkebunan.

Namun, efeknya berbeda dari produk minyak goreng. Korelasinya, berkat kebijakan pemerintah, permintaan CPO untuk bahan campuran diesel menjadi lebih tinggi. Artinya, akan ada permintaan CPO yang lebih tinggi dari dalam negeri.

Dengan kata lain, ekspor CPO dari Indonesia akan berkurang. “Ini menyebabkan suplai CPO global menurun, sehingga pada akhirnya harga CPO dunia terkerek naik,” kata Yosua.

Nah, soal biodisel, Analis Bahana Securities Agustinus Reza Kirana mengungkapkan hal senada. Kebijakan biodiesel ini akan menyebabkan permintaan CPO dalam negeri meningkat. Karena biodiesel, akan ada permintaan CPO antara 4 juta hingga 6 juta ton pada tahun ini.

“Angka ini setara dengan 12%-18% dari total produksi CPO Indonesia,” tambah Agustinus. El-Nino juga cukup menjadi pengerek harga CPO dunia.

Akibat kondisi cuaca, suplai CPO dunia terganggu, sehingga harga tahun ini diprediksi akan bergerak US$ 700 per ton. Kalau dibanding dengan tahun lalu, harga tertinggi komoditas ini sekitar US$ 600 per ton.


Distribusi: Kontan Online

Speak Your Mind

*

*