Properti Indonesia Masih Jadi Primadona di Asia

Indonesia masih menjanjikan bagi industri bisnis properti. Bahkan bisa dikatakan menjadi primadona di Asia sekalipun sudah sering diperbincangkan akan kekuatiran terjadinya bubble. Hal ini didukung oleh data dari Global Property Guide terkait bisnis properti di negara-negara Asia. Indonesia menempati tempat ketiga dengan rata-rata Gross Rental Yield mencapai 7,05 persen. Sementara ditempat pertama dan kedua ada Malaysia dan Thailand.

Pasar properti Indonesia juga sangat didukung oleh 4 faktor ekonominya yang cukup mengesankan yaitu Gross Domestic Product (GDP), nilai inflasi suatu negara, Suku Bunga Bank Indonesia (SBI), dan nilai tukar rupiah. Pertumbuhan ekonomi sudah pasti akan berdampak positif terhadap pertumbuhan permintaan sektor properti yang terbukti melalui pertumbuhan penyaluran Kredit Pembiayaan Rumah (KPR) yang masih terus mengalami pertumbuhan. Melihat pertumbuhan salah satu emiten perbankan yang sebagian besar kreditnya disalurkan untuk KPR yakni PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN), masih catatkan pertumbuhan penyaluran KPR konvensional sebesar 23,32%. kredit KPR yang disalurkan BBTN masih terus mengalami peningkatan bahkan hingga akhir tahun 2013 dimana suku bunga bergerak agresif.

Adapun beberapa faktor yang patut diwaspadai tahun ini adalah pemilu legislatif dan pemilihan presiden. Di tahun 2009 ketika pemilu digelar, suku bunga kredit perbankan swasta nasional berada di atas level 13,51% padahal tingkat suku bunga BI berada pada level 6,50%. Sementara di tahun 2013 lalu dimana suku bunga BI mencapai level 7,5%, suku bunga kredit perbankan masih bertahan di level 12,51%. Ketika suku bunga kredit terseret naik, maka angka konsumsi kredit akan berkurang karena peminjam akan berpikir lebih banyak untuk membayar beban bunga yang terdongkrak naik.

Antisipasi yang dapat dilakukan adalah pemerintah perlu terus menurunkan defisit neraca perdagangan agar rupiah tidak kembali jebol ke atas level Rp. 12.000 per dollar Amerika. Jika neraca transaksi Indonsesia terjaga maka pemerintah tidak perlu menaikan suku bunga BI Rate hingga akhir semester pertama tahun 2014 ini. Sehingga dengan terjaganya rupiah dan neraca transaksi, dunia usaha bisa terus bergeliat dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang akan memberi efek domino pada sektor bisnis lainnya termasuk properti.

(ns/JA/VBN)


Distribusi: Vibiznews

Speak Your Mind

*

*