Produksi Kain Troso Kena Dampak Pelemahan Rupiah

Jum’at, 04 September 2015 | 22:00 WIB

Model mengenakan busana Poppy Dharsono di Indonesia Fashion Week 2014 di Jakarta Convention Centre, Jakarta, (23/2). Koleksi Poppy bertemakan Ikat Troso In Colour mengangkat keindahan kain tenun ikat troso dari Jepara. TEMPO/Nurdiansah

TEMPO.CO, Jakarta – Produksi kain troso khas Jepara, Jawa Tengah, terimbas penguatan dolar Amerika Serikat terhadap mata uang rupiah karena bahan bakunya dari India.

“Selama ini memang kami mendatangkan bahan baku dari India karena belum ada bahan baku dalam negeri yang kualitasnya menyamai bahan baku impor tersebut,” kata Ketua Koperasi Asosiasi Tenun Troso, Tekstil, dan Konveksi Jepara (Asttika), Ahmad Fahrudin, di Semarang, Jumat, 4 September 2015.

Semenjak penguatan dolar AS tersebut, harga bahan baku impor otomatis naik pada kisaran lumayan besar, hingga 30 persen.

Menyikapi kenaikan harga bahan baku itu, Asttika pernah mencoba menggunakan benang hasil produksi salah satu perusahaan di Jawa Barat, tetapi benang itu kaku sehingga kainnya juga kaku. 

“Untuk benang yang kami pakai di antaranya jenis AA dan Himalaya. Kami tidak bisa menggunakan sembarang benang karena benang harus lentur tetapi tidak mudah patah mengingat cara membuatnya ditenun,” katanya.

Bahkan, karena pembuatannya melalui proses tenun bukan mesin tersebut, waktu pembuatan bisa sampai 1 bulan, bahkan lebih. 

Cepat atau lambat proses pembuatan tergantung dari cuaca, jika musim kemarau pembuatannya lebih cepat karena proses pengeringan benang juga lebih cepat.

Sementara itu, penguatan dolar AS tidak hanya berdampak pada kenaikan harga bahan baku tetapi juga memengaruhi daya beli masyarakat. 

Menurut dia, sudah beberapa bulan terakhir ini daya beli masyarakat menurun bahkan mencapai 40 persen.

“Kami sudah berupaya untuk menurunkan harga produk-produk stok, tetapi ternyata peminatnya belum kembali seperti sedia kala,” katanya.

Biasanya, pada kondisi normal, Koperasi Asttika yang memiliki anggota 20 pengrajin tersebut setiap bulan bisa mengirim ratusan lembar kain ke beberapa daerah di luar Jawa.

“Kebanyakan ke Bali, biasanya motif yang diminati di sana adalah motif saraswati, selain itu kami juga mengirim ke Jakarta dan Mataram,” katanya.

Mengenai harga, untuk perlembar kain dengan panjang 2,2 meter dan lebar 1,1 meter tersebut mulai dari Rp200.000-600.000. Tinggi rendahnya harga tersebut tergantung dari motif kain troso.

“Biasanya yang motifnya banyak itu lebih mahal karena pembuatannya lebih sulit dibandingkan yang polos atau motif sedikit. Kalau sebelumnya kami juga menjual yang harga Rp1 juta/lembar, tetapi sekarang belum produksi lagi karena irit bahan baku,” katanya.

ANTARA


Distribusi: Tempo.co News Site

Speak Your Mind

*

*