Priode Agustus 2015, Ekspor Produk Hasil industri Capai USD 72,21 Miliar

shadow

FINANCEROLL.CO.ID – Yogyakarta, Pelaku industri di Indonesia membutuhkan dukungan permodalan untuk mengembangkan usaha dan meningkatkan produksi serta memperkuat daya saing. Untuk itu, bunga pinjaman perbankan seharusnya lebih kompetitif.

Menteri Perindustrian Saleh Husin mengungkapkan hal itu pada rapat koordinasi pemerintah pusat, pemda dan Bank Indonesia di Yogyakarta, Jumat 13 November 2015. Saat ini, imbuhnya, besaran bunga dari bank di Indonesia masih lebih tinggi dibanding negara lain, termasuk di kawasan Asean.

Menteri Perindustrian Saleh Husin menyampaikan sambutan pada Rapat Koordinasi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan Bank Indonesia yang menyampaikan informasi data sebaran industri dan potensi industri serta kawasan industri di Indonesia. Yogyakarta, 13 November 2015.

Menteri Perindustrian Saleh Husin menyampaikan sambutan pada Rapat Koordinasi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan Bank Indonesia yang menyampaikan informasi data sebaran industri dan potensi industri serta kawasan industri di Indonesia. Yogyakarta, 13 November 2015.

“Di saat kita harus bersaing secara terbuka dan prospek industri serta investasi berhasil dijaga, bunga bank belum mendukung pengembangan industri. Bank-bank kita masih belum ramah dengan rekan-rekan industri,” ujar Menperin sembari menegaskan modal sangat dibutuhkan untuk mendongkrak kinerja dan produksi.

Bunga bank yang tinggi juga juga merupakan beban keuangan tersendiri. Hal ini tentu turut menggerus daya saing dan mempengaruhi harga jual. “Jika bunga diturunkan, cost-nya akan turun. Ini bukan hanya untuk industri besar tapi juga berpengaruh bagi industri kecil dan menengah,” ungkap Menperin Saleh Husin.

Khusus untuk IKM, Pemerintah melalui Paket Kebijakan Ekonomi III yang memperluas pemberian kredit modal kerja. Bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) diturunkan dari 22 persen pertahun menjadi 12 persen pertahun dan pada tahun depan menyusut menjadi 9 persen.

Selain menyoal pinjaman lembanga keuangan, Menperin juga menyebutkan faktor pemacu pertumbuhan industri. Yaitu ketersediaan energi dengan harga yang kompetitif, ketersediaan infrastruktur baik jalan, pelabuhan, dan listrik serta biaya logistik yang juga bersaing.

Turut hadir pada rapat koordinasi itu yaitu Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Ferry Mursidan Baldan, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Mochamad Basuki Hadimuljono, Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo beserta Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara, Deputi Direktur Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Arif Mahmud dan deputi lainnya.

Para kepala daerah juga hadir seperti Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X, Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat dan Wakil Gubernur Jawa Tengah Heru Sudjatmoko dan lain-lain. Turut hadir pula Deputi Kementerian BUMN dan para direksi BUMN.

Suasana Rapat Koordinasi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan Bank Indonesia yang dihadiri para perwakilan BUMN dan Swasta membahas mengenai koordinasi dan peranan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam meningkatkan potensi industri skala besar dan menengah serta bantuan untuk meningkatkan kemampuan industri kecil, rapat koordinasi ini diselenggarakan oleh Bank Indonesia di Yogyakarta, 13 November 2015.

Suasana Rapat Koordinasi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan Bank Indonesia yang dihadiri para perwakilan BUMN dan Swasta membahas mengenai koordinasi dan peranan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam meningkatkan potensi industri skala besar dan menengah serta bantuan untuk meningkatkan kemampuan industri kecil, rapat koordinasi ini diselenggarakan oleh Bank Indonesia di Yogyakarta, 13 November 2015.

KUARTAL III

Kementerian Perindustrian mencatat, pertumbuhan Industri pengolahan non-migas pada triwulan III Tahun 2015 sebesar 5,21 persen. Angka ini lebih tinggi dibanding pertumbuhan ekonomi triwulan III Tahun 2015 sebesar 4,73 persen.

Sementara itu, ekspor produk hasil industri (industri pengolahan non migas) sampai dengan Agustus 2015 sebesar USD 72,21 miliar yang memberi kontribusi 70,44 persen terhadap total ekspor nasional.

Pada periode yang sama, impor produk komoditi industri sebesar USD 72,49 miliar dan tercatat turun sebesar 11,75 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya.

“Turunnya impor ditengarai karena adanya transformasi bahan baku yang tidak lagi banyak berasal dari impor melainkan menggunakan produk dalam negeri. Artinya agenda membangun industri substitusi impor mulai membuahkan hasil,” tutur Menperin.

Merujuk data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), terjadi peningkatan investasi industri substitusi impor dan industri berorientasi ekspor. Sepanjang Januari-September 2015, penanaman modal industri substitusi impor mencapai Rp 34,5 triliun atau naik 15,9 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Sedangkan investasi industri berorientasi ekspor sebesar Rp 25,7 triliun atau naik 10,4 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Kenaikan nilai investasi juga dialami investasi di sektor industri hilir sumber daya mineral hingga triwulan III sebesar Rp 33,2 triliun. Nilai tersebut mengalami kenaikan 66,8 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Total nilai investasi industri baik PMA dan PMDN pada triwulan III tahun 2015 sebesar USD 4,75 miliar, di mana PMDN tumbuh sebesar 7,45 persen dibanding triwulan III tahun 2014.


Distribusi: Financeroll Indonesia

Speak Your Mind

*

*