Prediksi Keputusan The Fed Pekan Ini, Pengetatan di Tengah Pelonggaran

Jakarta – Perlambatan ekonomi global sepanjang 2015 akan ditutup dengan kebijakan moneter berlainan arah. The Federal Reserve (The Fed), jika jadi, mulai menaikkan suku bunga acuan pada akhir tahun, sedangkan Bank Sentral Eropa (ECB) dan juga bank sentral Tiongkok serta Jepang melonggarkan lagi kebijakan moneternya untuk merangsang pertumbuhan ekonomi. Kenaikan Fed funds rate (FFR) –kemungkinan dalam level rendah– akan mengakhiri ketidakpastian yang selama ini memicu spekulasi di pasar finansial.

Janet Yellen selaku gubernur bank sentral Amerika Serikat (The Fed) dan Mario Draghi sebagai presiden bank sentral 19 negara Zona Euro itu akan membentuk pengambilan keputusannya masing-masing pada akhir tahun.

Kurang lebih itu yang dikatakan kalangan ekonom, sehari setelah Draghi, yaitu pada Kamis (22/10), mengisyaratkan akan menambah stimulus pada Desember 2015. Bulan yang sama sudah menjadi titik tumpu perdebatan kalangan investor apakah Yellen akan menaikkan FFR untuk pertama kalinya sejak 2006.

Bank sentral Tiongkok atau The People’s Bank of China (PBoC) terlebih dulu melangkah pada Jumat (23/10) lalu, dengan mengumumkan pemangkasan suku bunga acuan dan giro wajib minimum (GWM) perbankan untuk meningkatkan aktivitas perekonomian.

Suku bunga simpanan dan kredit dipangkas 25 basis poin menjadi 4,35 persen dari sebelumnya 4,6 persen. Kebijakan ini mulai berlaku Sabtu (24/10). Sedangkan suku bunga simpanan satu tahun diturunkan menjadi 1,5 persen dari sebelumnya 1,75 persen. Adapun GWM seluruh bank dipangkas 50 basis poin dan tambahan pengurangan 50 poin untuk bank-bank tertentu. PBoC juga mencabut batas atas suku bunga simpanan.

Bank sentral Tiongkok (PboC) juga mengumumkan pemangkasan suku bunga dan GWM pada Agustus 2015, tatkala perekonomian Negeri Tirai Bambu itu bergulat dengan kemerosotan harga saham. PBoC berarti sudah memangkas suku bunga sebanyak enam kali sejak November 2014 seiring terus melambatnya pertumbuhan ekonomi Tiongkok.

Pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada kuartal III-2015 turun menjadi 6,9 persen atau terendah sejak 2009. Pemangkasan GWM juga merupakan stimulus karena meningkatkan jumlah uang yang bisa disalurkan sebagai pinjaman oleh sektor perbankan, sehingga diharapkan menggerakkan kegiatan perekonomian.

Ekspansi pelonggaran moneter yang dilakukan oleh Tiongkok ini terjadi sebelum pertemuan kebijakan Bank of Japan (BoJ) dan The Federal Reserve (The Fed) pekan ini. BoJ juga sangat diperkirakan menambah stimulus untuk menyokong perekonomian Jepang.

Intinya, bank-bank sentral dunia tetap diandalkan dan mereka berupaya keras membangkitkan pertumbuhan global serta mendorong laju inflasi. Dan The Fed lewat Yellen tetap mengatakan bahwa penaikan suku bunga acuan berpeluang dimulai tahun ini, pada saat makin banyak ekonom dan investor yang meyakini akan ditunda hingga tahun depan.

Catherine Mann, kepala ekonom Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD), khawatir The Fed menjadi seperti serigala melolong, yakni selalu menyatakan akan menaikkan suku bunga, tapi tidak juga bergerak.

“Diamnya The Fed ini mendorong pergerakan-pergerakan tak produktif di pasar aset,” ujar Mann, dalam wawancaranya dengan MarketWatch, seperti dilansir pada Sabtu (24/10).

Pesan The Fed usai pertemuan kebijakan Rabu (28/10) waktu setempat bakal makin ruwet setelah ECB mengisyaratkan tambahan stimulus. Ruwet karena The Fed akan berbeda arah dengan ECB, juga dengan PBoC maupun BoJ.

Kebanyakan analis memperkirakan The Fed menunggu setidaknya sampai pertemuan kebijakan Desember 2015 untuk menaikkan FFR.

“Bisa dikatakan bahwa stimulus-stimulus yang dilakukan bank sentral lain bagus bagi pasar AS dan memudahkan The Fed untuk menaikkan suku bunga pada Desember. Tapi, alasan-alasan di balik pelonggaran tersebut dan konsekuensinya terhadap dolar AS bisa menghalangi dimulainya pengetatan,” ujar Kathy Lien, analis dari BK Asset Management, seperti dikutip AFP, Sabtu.

Hadiah Natal

Apa yang disinyalkan oleh Draghi dan para koleganya di ECB, kata Evan Lucas, strategist pasar dari IG, merupakan konfirmasi akan ada hadiah Natal lebih awal bagi perekonomian Zona Euro pada 3 Desember 2015.

“Intinya, seluruh opsi tersedia bagi ECB, yang berarti apa yang akan dilakukan BoJ dan The Fed juga ditunggu-ditunggu,” tambah dia, Jumat (23/10).

Jika BoJ menambah stimulus, yang berupa skema pembelian aset 80 triliun yen (US$ 665 miliar) per tahun, nilai tukar yen akan terus melemah. Ini positif bagi kalangan eksportir. BoJ terakhir kali meningkatkan program yang mirip dengan quantitative easing-nya The Fed itu pada Oktober 2014.

“Peluangnya sekarang 50 persen BoJ akan menambah pelonggaran. Menurunnya produksi industri, tetap rendahnya pertumbuhan upah, memuncaknya ekspektasi inflasi di seluruh sektor, dan tanda-tanda menguatnya yen adalah faktor pendorong bagi ditambahnya stimulus,” ujar Hironichi Shirakawa, kepala ekonom Credit Suisse.

Keputusan BoJ pada Jumat (30/10) mendatang, menurut kalangan ekonom, akan dipengaruhi data terbaru inflasi dan tingkat pengangguran pada hari yang sama dan data bulanan produksi industri yangh dirilis Kamis (29/10).

Perlambatan pertumbuhan di Tiongkok dan berlanjutnya masalah-masalah yang menimpa perekonomian Jepang makin memperuncing perdebatan bahwa kedua negara itu akan menambah langkah-langkah stimulus. Hal tersebut yang memicu rally di pasar finansial selama beberapa sesi terakhir.

Para investor tetap mencermati Tiongkok, karena para pemimpinnya bersiap menggelar pertemuan kebijakan tingkat tinggi, yang dikenal sebagai Pleno Kelima, pekan ini. Spekulasi yang beredar adalah para pemimpin Tiongkok akan membahas langkah-langkah reformasi sektor badan usaha milik negara hingga bagaimana meningkatkan efisiensi.

Investor Daily

Iwan Subarkah/FMB

Investor Daily


Distribusi: BeritaSatu – Pasar Modal

Speak Your Mind

*

*