Petinggi Freeport Datangi Pemerintah RI Bahas UU Minerba

Petinggi Freeport Datangi Pemerintah RI Bahas UU Minerba

Financeroll – Kantor Kemetrian Keuangan di Jalan Dr. Wahidin Nomor 1 Jakarta Pusat dijambangi rombongan dari Freeport. Tidak tanggung-tanggung rombongan tersebut dipimpin langsung petinggi Freeport.

President and CEO Freeport-McMoran Copper & Gold Inc Richard C. Adkerson dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Rozik B. Soetjipto. Mereka hadir ke kantor Kementrian Keuangan RI Rabu (29/01/2014) sekitar pukul 18.30 WIB.

Ketika ditanyakan perihal kedatangannya ke kantor keuangan, pihak Freeport enggan berkomentar dan langsung naik ke lantai atas untuk bertemu dengan Menteri Keuangan Chatib Basri.

Seperti diketahui, Freeport adalah satu dari dua industri mineral besar di Indonesia yang menolak keras pelaksanaan Undang-Undang Minerba. UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) ini melarang ekspor mineral mentah ataw ore sejak 12 Januari kemarin.

Pemerintah berkukuh menerapkan bea keluar progesif terhadap produk mineral tanpa pemurnian , meskipun PT Freeport-McMoran Copper&Gold Inc meminta relaksasi.

Sebelum rombongan Freeport ke kantor Kementrian Keuangan, rombongan juga menjambangi Kantor Kementerian Perindustrian, yang diterima langsung olen Menteri Perindustrian M.S. Hidayat.

Menteri Perindustrian M.S. Hidayat mengatakan CEO Freeport Richard C. Adkerson sengaja datang ke Indonesia untuk berdiksusi mengenai bisnis hilir di Indonesia.

Kedatangan bos Freeport itu juga untuk membicarakan tentang aturan ekspor yang baru saja ditetapkan pemerintah pada 12 Januari 2014.

Menurut Hidayat, Freeport ingin kegiatan ekspor perusahannya tetap berjalan secara normal, sama halnya sebelum adanya UU Minerba.

Freeport bersedia membangun smelter bila mendapatkan relaksasi dari ketentuan pajak ekspor. Hidayat bilang tetap tidak bisa, dan Freeport di persilakan datangngi Menko Perekonomian Hatta Rajasa dan Menteri Keuangan Chatib Basri untuk bicara,” kata Hidayat seusai pertemuan tersebut di kantor Kemenperin, Rabu (29/1/2014).

Freeport tidak bisa mengelak dari aturan tersebut. Secara pribadi, dia tetap mengharuskan Freeport mengikuti aturan tanpa adanya relaksasi. Meski untuk program industri hilir kedua belah pihak sepakat, Hidayat tetap menginginkan Freeport menunjukkan komitmennya.

Menurut Hidayat, Freeport masih mempersoalkan keberadaan kontrak karya (KK). Freeport menganggap KK dianggap sejajar dengan UU.

“Ini memang dilematis buat Freeport, KK sumber hukum dia, dia mengikuti apa kata KK. Kemudian, Freeport menegaskan, mereka mau ikut dengan aturan di sini sepanjang keinginan mereka bisa dipenuhi,” tambah Hidayat.

Untuk mencari solusi, Hidayat menawarkan agar Freeport melakukan amandemen KK. Namun, hal tersebut belum mendapatkan respons.

“Saya bertemu dengan Freeport untuk membuat skema industrialisasi mineral, karena saya Menteri Perindustrian. Namun, mereka masih membuat catatan soal bea keluar itu, saya bilang Menperin tidak mengurusi itu, saya hanya memastikan, smelter harus terbangun dalam waktu 3 tahun.”

CEO Freeport Richard C. Adkerson mengatakan pihaknya memiliki komitmen untuk mengembangkan bisnis hilir di Indonesia. Kedatangannya ke Indonesia, sengaja untuk bertemu dengan pemerintah Indonesia untuk membicarakan berbagai hal, terutama mengenai bisnis hilir di Indonesia.

Terkait dengan aturan bea keluar ekspor mineral, Adkerson berharap bisa melanjutkan kegiatan operasional secara normal tanpa ada bea keluar atas ekspor.

“Sehingga kami bisa melanjutkan kegiatan kami. Pak Hidayat sudah mencatat dan dia menjelaskan bahwa regulasi duties itu kewenangan Menkeu,” kata Adkerson.

Hingga kini, pihaknya belum memiliki izin ekspor baru karena masih bergantung pada pembahasan soal penerapan bea keluar.

“Untuk tahun ini kami tidak melakukan pengiriman lagi, tetapi kalaupun ada pengiriman, kami memiliki beberapa pengiriman di bawah izin tahun 2013. Sekarang hanya suplai 40% konsenterat ke PT Smelting. Sekarang, yang akan kami lakukan adalah mencari solusinya.”

Rencananya, selain bertemu dengan Menperin, pihaknya akan menemui Menkeu dan Menko Perekonomian untuk mencari solusi yang terbaik.

Mengenai kewajiban membangun smelter, Freeport menyatakan mereka terbuka bila ada peluang membangun smelter di masa mendatang.

Namun, keputusan tersebut bergantung pada pembahasan terkait regulasi pemerintah yang baru terkait bea keluar progresif atas produk mineral tanpa pemurnian. “Yang terpenting kami berkomitmen untuk terus mengembangkan hilirisasi di Indonesia,” katanya.

Adkerson memperkirakan bila mereka membangun smelter baru dengan kapasitas sama dengan PT Smelting, maka dana yang dibutuhkan melebihi US$2 miliar.

facebookgoogle_plusredditpinterestlinkedinmail


(Sumber : http://financeroll.co.id/feed/ )

Speak Your Mind

*

*