Pertumbuhan Perbankan Masih Positif

INILAHCOM, Jakarta – Di tengan-tengah tekanan perlambatan ekonomi global, industri perbankan nasional masih menunjukkan tren pertumbuhan positif di 2017.

Direktur Eksekutif Departemen Pengawasan Bank II Bank Indonesia (BI), Ariastiadi mengatakan, pertumbuhan tersebut masih kurang kencang karena pangsa pasar masih didominasi bank-bank besar.

“Kinerja dan pertumbuhan industri perbankan yang baik belum disertai oleh pergeseran pangsa pasar perbankan berdasarkan kelompok modal inti minimum. Pangsa pasar total aset 4 bank BUKU 4 mencapai 45% dari total industri perbankan, dan 24 bank BUKU 3 menguasai pangsa pasar total asset sebesar 37%, serta sisanya pangsa pasar BUKU 2 sebesar 16% dan BUKU 1 sebesar 2%,” ujar dia pada acara Indonesia Best Banking Brand Award 2016 akhir pekan di Jakarta.

Ia menyebutkan, sampai dengan triwulan III/2016 total asset 118 bank termasuk bank syariah naik 5,18% menjadi Rp.6.458triliun, DPK naik 3,15% menjadi Rp.4.600triliun, dan kredit naik 6,35% menjadi Rp.4.243triliun. Pertumbuhan positif tersebut diikuti oleh kinerja keuangan yang baik, yaitu rata-rata CAR 22,60%, NIM 5,65%, dan ROA 2,38%, serta BOPO 81,02%.

Atas capaian kinerja keuangan perbankan tersebut, lanjutnya, gambaran kinerja keuangan menandakan industri perbankan nasional sangat atraktif dibandingkan dengan negara-negara lain. Misalnya kinerja laba lebih baik dibandingkan Malaysia dan Phillipine.

Tantangan utama yang dihadapi perbankan nasional adalah kemampuan berkompetisi atau “competitiveness” baik di regional ASEAN maupun domestik. “Kondisi ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan belum ada perubahan pangsa pasar yang material, dan tentunya berdampak terhadap kompetisi layanan nasabah yang belum sepenuhnya optimal,” jelas dia.

Meski lebih baik dari negara-negara lain, menurut dia, perbankan nasional terdapat 4 faktor utama yang menjadi kendala perbankan nasional berkompetisi untuk dibenahi, yaitu faktor kondisi antara lain ketersediaan sumber daya manusia yang kompeten, dan keterbatasan modal, serta ketersediaan atau kemudahan akses informasi yang diperlukan untuk keputusan bisnis yang tepat.

Faktor lain ia bilang, pada permintaan layanan produk dan jasa perbankan yang semakin variatif dan akhir-akhir ini semakin meningkat terutama dipengaruhi oleh kebijakan Tax Amnesty. Beberapa permintaan layanan perbankan yang cenderung meningkat adalah banking anywhere yang berbasis teknologi digital, private & investment banking, transaksi derivative.

Ia menyebutkan, industri pendukung dan terkait dengan industri perbankan juga perlu berbenah guna mewujudkan sinergi yang memungkinkan peningkatan layanan nasabah dengan variasi produk dan jasa semakin inovatif dan optimal. Industri perbankan masih menghadapi kendala ketersediaan dan akses pemanfaatan teknologi informasi termasuk provider TI yang efektif meningkatkan daya saing bank namun efisien.

Belakangan ini ada kecenderungan konglomerasi keuangan yang memungkinkan adanya sinergi dengan perusahaan pasar sekuritas dan IKNB yang menjadi bagian faktor penentu kemampuan berkompetisi. Demikian juga halnya dengan perkembangan bisnis E-Comerce dan Fintech. Strategi, Struktur dan Persaingan perbankan mengalami kondisi persaingan yang tidak berimbang.

“Bank BUKU 4 sangat dominan baik dari sisi layanan produk dan jasa maupun penguasaan pangsa pasar. Sementara itu, hampir semua bank menerapkan strategi yang sama terutama di segmen pasar ritel dan konsumsi. Tentunya kondisi ini dapat membuat bank-bank dengan kemampuan modal lebih besar cenderung tetap dominan,” kata dia.

Dari perspektif persaingan, ia menambahkan, tentunya sebaran pangsa pasar dimaksud menjadi kurang ideal dalam mewujudkan iklim kompetisi industri perbankan yang berimbang sehingga pelayanan nasabah semakin baik. Kondisi ini disebut “asimetric competition”, yaitu bank dengan kapabilitas yang tidak setara bersaing di segmen pasar yang sama.

Oleh karena itu, Otoritas Jasa Keuangan terus mendorong industri perbankan untuk melakukan konsolidasi guna meningkatkan kapabilitas bersaing perbankan yang berimbang sehingga harapannya pelayanan nasabah semakin baik dan memenuhi kebutuhan konsumen yang semakin variatif. Upaya lain yang dilakukan OJK, adalah mendorong peningkatan efisiensi dan evaluasi strategi bisnis agar sesuai dengan kapabilitas bank sehingga berdampak positif terhadap peningkatan kinerja khususnya bank-bank dengan modal yang lebih terbatas.

“Perbankan punya alternatif meningkatkan kapabilitas bersaing, yaitu pengembangan “branding” sebagai faktor pembeda antara produk dan jasa yang ditawarkan oleh masing-masing bank. Tentunya brading yang dipersepsikan baik oleh nasabah harus ditopang oleh model bisnis yang tepat termasuk didalamnya kebijakan alokasi sumber daya infrastruktur dan modal yang optimal dengan biaya yang efisien.

Keberhasilan bank membangun branding yang spesifik dan kuat merupakan salah satu faktor penentu kinerja dan sustainability usaha bank,” katanya. [hid]
    


Distribusi: Inilah.com – Pasarmodal

Speak Your Mind

*

*