Pertamina Pesimistis Capai Target Laba 2015

Senin, 05 Oktober 2015 | 13:57 WIB

(KI-KA) Direktur Keuangan Pertamina Arif Budiman, Dirut Bank BNI Gatot M Suwondo, Deputi Pengendalian Keuangan Satuan Kerja khusus Pelaksana Kegiatan usaha hulu minyak dan Gas bumi SKK Migas Budi Agustyono President and CEO Vico Gunther Alois Newcombe dan VP Commercial and Legal Vico Indonesia Leonardo Bonali berfoto bersama usai penandatangan penunjukkan BNI menjadi Trustee Paying Agent penjualan ekspor gas blok Sanga-sanga di Gedung BNI, Jakarta, 15 Januari 2014. Nilai kerjasama ini diperkirakan mencapai 300 juta USD. TEMPO/Wisnu Agung Prasetyo

TEMPO.CO, Jakarta – Direktur Keuangan PT Pertamina (Persero) Arif Budiman pesimistis bisa mencapai target laba bersih US$ 1,7 miliar pada akhir tahun. Penurunan harga minyak mentah yang mencapai level US$ 40 per barel dinilai sebagai penghambat. Padahal, target laba perseroan menggunakan asumsi harga minyak US$ 60 per barel. 

“Lihat saja dari US$ 60 ke US$ 40 berarti sudah turun 30 persen,” kata Arif di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin, 5 Oktober 2015. Sayangnya, ia menolak menyebut prediksi laba bersih yang bisa diraih tahun ini. 

Arif memastikan kerugian perseroan sejauh ini masih disebabkan harga minyak yang anjlok. Faktor lain, seperti nilai tukar rupiah, tak terlalu berpengaruh signifikan. Sebab, perusahaan pelat merah ini masih mendapatkan asupan dolar dari sisi investasi hulu. 

Hingga Agustus lalu Pertamina telah merugi Rp 15 triliun. Kerugian ini masih bisa ditalangi dari keuntungan perseroan sebesar Rp 10 triliun pada periode yang sama. “Tapi kami masih harus investasi dan ada pertimbangan lain, sehingga masih didiskusikan yang paling optimal seperti apa,” ujarnya. 

Akhir September lalu, Sekretaris Korporat Pertamina Wisnuntoro Sardjono mengatakan kerugian Pertamina sudah mencapai Rp 15,2 triliun. Jumlah ini naik Rp 2,7 triliun bila dibandingkan dengan kerugian awal Juli 2015 sebesar Rp 12,5 triliun. 

Kerugian ini akibat penjualan produk BBM yang tak sesuai harga keekonomian. “Kami masih menjual bensin di bawah harga keekonomian,” kata Wisnuntoro. Saat ini, premium dijual Rp 7.400 per liter atau selisih Rp 300-400 dari harga keekonomian Rp 7.700-7.800 per liter. 

Tapi, Wisnu meyakinkan, kinerja Pertamina jauh membaik. Saat ini, sudah ada upaya untuk meningkatkan kapasitas dan produksi di enam kilang milik Pertamina. Salah satunya, Residual Fluid Catalitic Cracking atau RFCC di kompleks kilang Pertamina Cilacap, Jawa Tengah. 

Kilang tersebut bisa menghasilkan minyak mentah kualitas tinggi dan ditargetkan bisa menyumbang premium sebesar 30 ribu barel per hari atau setara 9 juta barel per bulan. Dengan begitu, Pertamina mentargetkan dapat mendulang keuntungan Rp 1,5-1,7 triliun dari kilang itu.

TRI ARTINING PUTRI | URSULA FLORENE


Distribusi: Tempo.co News Site

Speak Your Mind

*

*