Perlambatan Ekonomi Hambat Penguatan Rupiah

INILAHCOM, Jakarta Dalam sepekan terakhir, nilai tukar rupiah berhasil mendarat di zona positif. Akan tetapi, tingkat kenaikannya relatif terhambat akibat perlambatan ekonomi domestik. Seperti apa?

Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) yang dilansir Bank Indonesia (BI), niliar tukar rupiah dalam sepekan terakhir menguat 89 poin (0,65%) ke posisi 13.550 pada pekan yang berakhir Jumat, 6 November 2015 dibandingkan akhir pekan sebelumnya di angka 13.639 per Jumat, 30 Oktober.

“Sentimen dari rilis deflasi terimbangi dengan intervensi sehingga menguatkan laju rupiah sepanjang pekan kemarin,” kata Reza Priyambada, kepala riset NH Korindo Securities Indonesia (NHKSI) kepada INILAHCOM, di Jakarta, Minggu (8/11/2015).

Pergerakan laju dolar AS yang terapresisai terhadap beberapa mata uang seperti EUR, NZD, JPY, CNY, CHF, dan lainnya memberikan sentimen negatif terhadap laju rupiah untuk dapat bertahan dari pelemahannya. “Akibatnya laju rupiah cenderung masih melanjutkan pelemahannyadi awal pekan kemarin,” tuturnya.

Bahkan, adanya rilis deflasi sebesar -0,08% pun tidak cukup kuat menahan pelemahan rupiah. Laju inflasi year to date sebesar 2,16% dan secara tahunan sebesar 6,25% kemungkinan dianggap masih cukup tinggi bila dibandingkan dengan target pemerintah untuk inflasi tahun 2015 sebesar 4% 1%.

Pergerakan harga minyak mentah dunia yang mengalami kenaikan tidak menyurutkan laju dolar AS yang jugabergerak naik.

“Imbas stabilnya dan kenaikan data-data manufaktur AS sebelumnya memberikan dorongan bagi laju dolar AS untuk menguat meski kenaikan laju dolar AS tersebut dapat diimbangi oleh terapresiasinya laju EUR, GBP, JPY, dan RUB saat itu,” ucapnya. “Kondisi itu mampu memberikan sentimen positif pada laju rupiah.”

Masih berlanjutnya pergerakan positif dari sejumlah harga komoditas di Asia mampu membuat laju dolar AS terlihat menurun walaupun jika dibandingkan dengan beberapa mata uang Asia terlihat menguat seperti terhadap AUD, CNY, JPY, KRW, dan beberapa lainnya.

Adanya ekspektasi positif terhadap rilis GDP yang akan diumumkan Kamis (5/11), rilis kebijakan Paket Ekonomi jilid VI, hingga perkiraan akan penurunan suku bunga BI rate mampu menguatkan rupiah sehingga laju kenaikannya pun masih tertahan.”Harapan kami pun dapat tercapai dengan kenaikan ini,” tuturnya.

Rilis pertumbuhan ekonomi RI sebesar 4,73% secara tahunan dan 3,21% secara kuartalan dianggap masih di bawah estimasi yang menunjukan ekonomi Indonesia masih mengalami perlambatan.

“Penurunan daya beli masyarakat sepanjang 2015 hingga kuartal ketiga, belum meningkat signifikannya nilai ekspor, hingga masih lambatnya penyerapan anggaran yang berujung pada realisasi program-program pembangunan di pusat maupun daerah memberikan kontribusi perlambatan ekonomi secara nasional,” papar dia.

Akibatnya, laju rupiah pun berbalik melemah. “Apalagi juga dihadapkan pada sentimen komentar The Fed terkait kemungkinan kenaikan suku bunga di akhir tahun dan imbas pelemahan beberapa mata uang terhadap dolar AS seperti GBP, CNY, CAD, KRW, HKD, dan beberapa lainnya turut menambah sentimen negatif,” ungkap Reza.

Bahkan adanya rilis Paket Kebijakan Ekonomi Jilid 6 pun yang secara prinsip menyangkut tiga hal yang akan diatur, yakni kawasan ekonomi khusus, pengelolaan sumber daya air, dan importasi bahan baku obat dan makanan tidak juga mampu menghalau pelemahan laju rupiah di akhir pekan.

Laju rupiah berada di atastarget resisten Rp13.645. Arah berikutnya, mengacu pada kurs tengah Bank Indonesia, nilai tukar rupiah berpeluang melaju dalam kisaran support dan resisten13.688-13.575. [jin].


Distribusi: Inilah.com – Pasarmodal

Speak Your Mind

*

*