Penguatan harga minyak tak bertahan lama

JAKARTA. Harga minyak kembali meredup menjelang pengumuman data persediaan minyak mingguan Amerika Serikat (AS). Kekhawatiran ekonomi negara konsumen minyak terbesar seperti AS dan China masih menekan pergerakan harga.

Mengutip Bloomberg, Rabu (2/9) harga minyak WTI kontrak pengiriman Oktober 2015 di New York Merchantile Exchange turun 2% ke US$ 44,47 per barel. Harga minyak terkoreksi dua hari berturut-turut, setelah sebelumnya melonjak 27% dalam tiga hari ke US$ 49,20 per barel.

Lonjakan harga terjadi setelah organisasi negara-negara eksportir minyak (OPEC) siap berunding dengan produsen lain terkait harga minyak, serta adanya perkiraan produksi minyak AS berkurang. Namun, harga turun lagi seiring keraguan pelaku pasar terhadap sikap OPEC atas persoalan kelebihan pasokan.

Deddy Yusuf Siregar, Research and Analyst PT Fortis Asia Futures mengatakan, persoalan fundamental minyak adalah pasokan melimpah serta permintaan rendah. “Kenaikan kemarin sementara karena hanya bersifat sentimen,” ujarnya.

Stok minyak berlimpah. Ini terlihat dari hasil survei Bloomberg pada perusahaan minyak, produsen dan analis menunjukkan bahwa produksi minyak OPEC meningkat 108.000 barel menjadi 32,3 juta barel per hari di bulan Agustus.

Lalu Menteri Minyak Iran, Bijan Namdar Zanganeh juga menyatakan negara tersebut akan meningkatkan produksi 1 juta barel per hari setelah sanksi ekspor dihapus. Perlambatan ekonomi China turut menekan harga minyak. “Hingga akhir tahun minyak masih bearish, sedangkan jangka panjang tinggal perhatikan bagaimana kelanjutan dari OPEC,” imbuhnya.

Stok minyak AS Penurunan harga minyak terjadi sebelum Energy Information Administration (EIA) merilis data persediaan minyak Amerika Serikat (AS) secara mingguan pada Rabu malam. Berdasarkan laporan American Petrolium Institute hingga 28 Agustus 2015, persediaan minyak AS naik 7,6 juta barel ke 456,9 juta barel.

Suluh Adi Wicaksono, Analis PT Millenium Penata Futures, menilai, pergerakan harga minyak cenderung tertekan lantaran menunggu data stok minyak versi EIA. Menurutnya, persediaan minyak diperkirakan turun 700.000 barel. Meski turun, tapi penurunannya lebih rendah dibandingkan pekan sebelumnya sebesar 5,5 juta barel.

“Karena penurunan lebih kecil, berarti ada perlambatan pada permintaan sehingga efeknya negatif ke harga,” ujar Suluh. Prediksi tersebut menurut Suluh, selaras dengan data ISM Manufacturing PMI AS turun menjadi 51,1 dari sebelumnya 52,7 serta berada di bawah proyeksi sebesar 52,6.

Secara teknikal, Deddy melihat harga bergerak di bawah moving average (MA)50 dan MA100. Stochastic di area overbought level 65. RSI masih menunjukkan pelemahan di level 49. MACD juga berada di area minus 1,045. Kamis (3/9), Deddy memperkirakan harga minyak turun di US$ 42,2 – US$ 46,6 per barel.

Sepekan ke depan, minyak melemah di US$ 40,50 – US$ 48,20 per barel. Sebaliknya Suluh menduga harga minyak sepekan menguat di US$ 42-US$ 50 per barel.

Editor: Barratut Taqiyyah.


Distribusi: Kontan Online

Speak Your Mind

*

*