Pengaruh Pak Cik belum signifikan ke BWPT

JAKARTA. Di tengah tekanan harga minyak sawit mentah alias CPO, komposisi pemegang saham PT Eagle High Plantations Tbk (BWPT) bakal berubah. Grup Rajawali berniat menjual sebagian kepemilikannya di BWPT, yakni 37% saham. Porsi saham itu akan berpindah tangan ke Felda Global Ventura (FGV) Holding Berhad, korporasi milik Pemerintah Malaysia.

Grup Rajawali meneken kesepakatan penjualan 37% saham BWPT kepada FGV di harga US$ 632 juta berupa transaksi tunai dan stock deal. Ini merupakan transaksi terbesar perkebunan sawit di Indonesia. Pasca transaksi, Grup Rajawali masih mengendalikan BWPT. FGV merupakan satu dari lima besar pemain di industri kelapa sawit dunia, yang memiliki sejumlah kilang dan unit usaha di banyak negara, seperti Kanada, Amerika Serikat, Turki, Spanyol, Prancis – selain di Malaysia, Pakistan, Myanmar, Thailand dan Indonesia.

Managing Partner Investa Saran Mandiri Kiswoyo Adi Joe menilai, perubahan komposisi kepemilikan saham tidak akan berdampak signifikan terhadap kinerja keuangan BWPT. Hal tersebut hanya berdampak di ranah kepemilikan perusahaan. Begitu juga soal keuntungan transfer teknologi yang mungkin diperoleh BWPT atas kehadiran FGV.

“Itu hanya bumbu agar pasar tidak panik,” ungkap Kiswoyo.

Analis Ciptadana Securities, Andre Varian, berpendapat langkah pengalihan saham itu baru bisa mendongkrak kinerja BWPT apabila FGV menjadi pengendali mayoritas. Di luar faktor perubahan kepemilikan, tahun ini BWPT tetap akan menghadapi sejumlah tantangan. Salah satunya datang dari sisi fundamental, yaitu permintaan CPO global diprediksi masih lesu.

Hal ini lantaran kondisi perekonomian salah satu negara konsumen terbesar yaitu Tiongkok tengah kontraksi. Banyak onak dan duri Tantangan juga datang dari pemberlakuan pajak ekspor CPO yang diterapkan Pemerintah Indonesia, jika harga CPO di atas US$ 750 per metrik ton.

Menurut Andre, kebijakan ini berpotensi menggerus margin produsen CPO. Meski begitu Kiswoyo menilai, kinerja BWPT cenderung stabil sampai akhir tahun nanti. Proyeksi ini mungkin terjadi selama harga CPO di atas RM 2.000 per metrik ton.

Kiswoyo memprediksi, kinerja BWPT belum melaju kencang setidaknya hingga tiga tahun ke depan, lantaran perusahaan masih berekspansi. Hasil ekspansi tersebut baru menemui break event point dan produktivitas maksimal dalam jangka tiga sampai empat tahun mendatang.

Andre menilai, kinerja BWPT pada tahun depan masih menemui hambatan dari sisi permintaan global. Apalagi, IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi China pada tahun 2016 lebih rendah ketimbang tahun ini. Kiswoyo memprediksi, pendapatan BWPT tumbuh 10% pada tahun ini. Adapun laba bersihnya berpotensi tumbuh 10% hingga 15%.

Kiswoyo merekomendasikan, buy on weakness dengan harga wajar Rp 500 per saham. Andre menyarankan hold dengan target Rp 410.

Analis DBS Vickers Securities, Ben Santoso, merekomendasikan hold dengan target Rp 415. Harga BWPT di bursa kemarin Rp 418 per saham.

Editor: Barratut Taqiyyah


Distribusi: Kontan Online

Speak Your Mind

*

*