Penerbitan obligasi global akan dipercepat

JAKARTA. Pemerintah berencana mempercepat penerbitan obligasi global. Langkah ini dilakukan guna mengantisipasi kenaikan suku bunga The Fed yang berpotensi membuat biaya penerbitan lebih mahal.

“Ya, memang penerbitan global bond harus lebih cepat untuk mengantisipasi kenaikan bunga The Fed,” ujar Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, Rabu (27/1).

Namun, Bambang tidak merinci jenis surat utang valas apa yang akan diterbitkan terlebih dahulu dan nilai penerbitannya.

Scheneider Siahaan, Direktur Strategi Dan Portofolio Utang Direktorat Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko (DJPR) Kementerian Keuangan (Kemkeu) mengungkapkan, Kemkeu tengah menyiapkan penerbitan surat utang syariah alias sukuk global dalam waktu dekat.

Namun, ia juga masih enggan merinci berapa besar nilai penerbitannya. “Masih disiapkan, nilainya tergantung permintaan pasar,” tuturnya.

Kini, Kemkeu tengah menyeleksi agen penjual. Setelah proses itu selesai, selanjutnya para agen penjual ini akan melakukan penjajakan pasar untuk mengetahui potensi nilai surat utang pemerintah yang bisa terserap di pasar.

Catatan saja, tahun ini pemerintah berencana menerbitkan surat utang dengan total gross Rp 532 triliun. Dari jumlah itu, porsi obligasi valas sekitar 30%. Artinya, total rencana penerbitan obligasi valas sekitar Rp 159 triliun.

Surat utang valas itu terdiri dari obligasi dollar AS Amerika (Global Bond), obligasi euro (Euro Bond), obligasi yen (Samurai Bond), serta obligasi syariah berdenominasi valas (Sukuk Global).

Schneider menyatakan, jika memungkinkan, Kemkeu akan menerbitkan seluruh obligasi valas di kuartal I-2016. Tujuannya untuk menghindari ketidakpastian global yang berkepanjangan.

Sebab, jika penerbitan tidak dilakukan di awal, selain soal biaya, tingkat penyerapan obligasi pemerintah dikhawatirkan tidak akan maksimal. Maklum, ketika The Fed merealisasikan rencananya untuk menaikkan suku bunganya, maka investor cenderung akan kembali memilih aset berbasis dollar AS.

Penerbitan awal ini juga diklaim sekaligus demi memperkuat cadangan devisa (cadev) yang akhir Desember lalu mencapai US$ 105,9 miliar . “Ini bisa jadi amunisi tambahan bagi BI, mereka yang mau spekulasi di rupiah berpikir dua kali,” kata Schneider.


Distribusi: Kontan Online

Speak Your Mind

*

*