Pemerintah Diminta Punya Kajian Penyesuaian Harga BBM

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Penurunan harga minyak dunia saat ini dinilai berdampak pada harga jual bahan bakar minyak (BBM). Dengan harga minyak dunia yang rendah, banyak kalangan menilai seharusnya harga BBM juga bisa lebih rendah dari saat ini. Namun, pemerintah sendiri tetap tegas untuk mengikuti keputusan penetapan harga BBM setiap tiga bulan sekali.

Pengamat Energi Marwan Batubara menjelaskan, melalui Peraturan Pemerintah nomor 191 tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak, pemerintah menetapkan menyesuaikan harga BBM tiap bulan sekali. Namun, saat parlemen menolak dan meminta penetapan harga BBM dilakukan setiap enam bulan, jalan tengah akhirnya diambil dengan penyesuaian harga BBM setiap tiga bulan sekali.

“Sekarang mau minta turun lagi ke berapa bulan? Kita memang selalu bersifat reaktif! Tidak berfikir tapi emosional,” kata Marwan ditemui di Tebet, Selasa (26/1).

Dari pengalaman yang ada, ia menilai bahwa seharusnya pemerintah dan DPR memiliki kajian komprehensif dan memiliki visi yang jelas tentang pengembangan energi yang berkelanjutan.

“Kalau memang semua sepakat untuk turun. Ya silakan saja. Dan PP harus segera direvisi,” kata dia.

Marwan mengaku, sejak awal ia tidak sepakat apabila periode penyesuaian harga BBM ditetapkan dalam periode lebih dari satu bulan sekali. Alasannya, kata dia, periode yang lama tidak adaptif terhadap fluktuasi harga minyak dunia seperti saat ini.

“Waktu harga berubah naik secara signifikan, pemerintah dan Pertamina tidak punya dana untuk menanggung perbedaan harga keekonomian dengan harga jual (rugi). Akibatnya, karena subsidi BBM di APBN sudah ditiadakan, maka  Pertamina-lah yang jadi korban,” kata Marwan.

Kerugian Pertamina ini, kata dia, terjadi dalam jangka waktu April sampai September 2015 lalu.

“Yang lebih penting transparansi perhitungan dan pengelolaan dana lebih tersebut,” kata dia.


Distribusi: Republika Online RSS Feed

Speak Your Mind

*

*