Pelemahan Rupiah Ganduli Gerak Obligasi Sepekan

INILAHCOM, Jakarta- Dalam sepekan terakhir, harga-harga obligasi cenderung melemah yang ditandai dengan kenaikan yield-nya. Pelemahan rupiah dan melambatnya ekonomi China jadi penyebabnya.

Reza Priyambada, kepala riset NH Korindo Securities Indonesia (NHKSI) mengatakan, belum adanya sentimen positif dalam negeri dan imbas dari kian melemahnya kembali laju nila tukar rupiah membuat laju pasar obligasi kembali memunculkan aksi jual sehingga cenderung mengalami pelemahan di awal pekan.

“Sejumlah obligasi di pasar regional kembali mengalami pelemahan seiring respons atas data-data Tiongkok yang cenderung masih melambat dan bersikap menahan diri sebagai antisipasi jelang rapat The Fed dan Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI,” katanya kepada INILAHCOM di Jakarta, Minggu (20/9/2015).

Kali ini, lanjut dia, obligasi tenor menengah menjadi sasaran aksi jual yang terlihat dari yield yang kembali naik melebihi tenor lainnya. “Di sisi lain, pelemahan rupiah masih menjadi penghalang laju pasar obligasi untuk dapat mengalami kenaikan,” ujarnya.

Hingga pertengahan pekan, pergerakan laju pasar obligasi tidak jauh berbeda dari sebelumnya yang cenderung mengalami pelemahan yang dipicu oleh sentimen yang sama yaitu masih longsornya laju rupiah. Pelaku pasar meresponsnegatif sehingga sebagian pelaku pasar memilih untuk menjual obligasi yang tentunya dengan harga yang kurang baik.

Di sisi lain, meski harga obligasi telah di bawah par namun, tidak banyak pelaku pasar yang melakukan tranksaksi pembelian.Pasar obligasi juga sempat melemah saat itu seiring belum adanya kejelasan dari The Fed terkait kenaikan maupun tetapnya suku bunga di AS.

Selain itu, pelaku pasar juga tidak terlalu merespons akan tetapnya BI rate karena sudah diperkirakan sebelumnya di mana tidak akan mengalami perubahan.”Jelang akhir pekan, aksi beli mulai terjadi di mana terlihat pada penurunan yield yang cukup jauh dari sebelumnya.Kondisi aksi beli lanjutan pun masih berlanjut hingga akhir pekan,” ucapnya.

Tidak hanya pada obligasi pemerintah, pada obligasi korporasi laju yield cenderung meningkat tipis seperti yang terjadi dengan rating AA dimana di pekan sebelumnya di kisaran 11,60%-11,65%untuk tenor 9-10 tahun namun, di pekan kemarin pergerakannya kembali di kisaran 11,60%-11,65% setelah sempat melonjak dalam perdagangan hariannya.

Dari sisi makroekonomi, laju pasar obligasi kali ini masih dipengaruhi kondisi dalam negeri terutama berupa tetapnya BI rate namun, terhalangi oleh pelemahan nilai tukar rupiah.

Meski di akhir pekan menguat namun, secara mingguan harga obligasi pemerintahcenderung masih melemah secara mayoritas meski ada beberapa yang menguat yang terefleksi dari naiknya yield untuk semua tenor. Kenaikan yield rata-rata yang terbesar diraih oleh obligasi tenor pendek (1-4 tahun).

Kelompok tenor pendek (1-4 tahun) mengalami kenaikan rata-rata yield 18,10 bps; tenor menengah (5-7 tahun) mengalami kenaikan yield sekitar 15,44 bps; dan tenor panjang (8-30tahun) mengalami kenaikan yield tipis 9,67bps.

Terlihat obligasi pemerintah seri benchmark FR0069 yang memiliki jatuh tempo 4 tahun kembali mencoba menguat harganya hingga 16,12 bps. Sementara dengan FR0070 yang memiliki jatuh tempo 9 tahun mampu menguat harganya hingga 89,55 bps.

Lelang Surat Utang Negara dalam mata uang Rupiah telah dilakukan oleh Pemerintah pada hari Selasa, 15 September 2015. Jumlah target indikatif yang dilelang sebesar Rp8 triliun dengan jumlah target maksimal yang dimenangkan sebesar Rp12 triliun untuk memenuhi sebagian dari target pembiayaan dalam APBN 2015. Adapun seri-seri yang akan dilelang sebagai berikut:

  1. Seri SPN12160610 (reopening) dengan pembayaran bunga secara diskonto dan jatuh tempo pada tanggal 10 Juni 2016;
  2. Seri FR0053 (reopening) dengan tingkat bunga tetap (fixed rate) sebesar 8,250% (delapan koma dua lima per seratus) dan jatuh tempo pada tanggal 15 Juli 2021;
  3. Seri FR0073 (reopening) dengan tingkat bunga tetap (fixed rate) sebesar 8,750% (delapan koma tujuh lima per seratus) dan jatuh tempo pada tanggal 15 Mei 2031; dan
  4. Seri FR0067 (reopening) dengan tingkat bunga tetap (fixed rate) sebesar 8,750% (delapan koma tujuh lima per seratus) dan jatuh tempo pada tanggal 15 Februari 2044.

Di pekan kemarin, nilai permintaan yang diminta pelaku pasar lebih rendah dari lelang SUN sebelumnya. Meski sentimen di pekan kemarin masih terdapat sentimen negatif namun, permintaan akan lelang SUNmasih dapatmelampaui target indikatifnyameski tipis.

Adapun jumlah SUNyang dilelang masih sama dengan sebelumnya. Lelang SUNyang terserap lebih banyak pada tenor jangka menengah yang terlihat dari besaran bid to cover-nya. Dalam lelang kali ini, total permintaan yang masuk mencapai Rp8,44 triliun, lebih rendah dibandingkan lelang SUNperiode sebelumnya, Selasa(1/9) yang mencapai Rp16,34 triliun.

Pada lelang kali ini, lelang berhasil diserap Rp5,2 triliun atau lebih rendah dari target indikatif yang ditetapkan sebelumnya sebesar Rp8 triliun. Pemerintah memenangkan semuaseri SUN.

Adapunseri yang dimenangkan antara lain seri SPN12160610 dengan permintaan yang masuk dari investor Rp2,21 triliun. Imbal hasil terendah yang masuk sebesar 6,75% dan Imbal hasil tertinggi 7,30%. Seri ini diserap Rp1,45 triliun dengan Imbal hasil rata-rata tertimbang 6,86% dan tingkat imbalan diskonto.

Kemudian, seri FR053 mengalami permintaan Rp2,64 triliun dengan Imbal hasil terendah 8,90% dan Imbal hasil tertinggi yang masuk 9,53% serta diserap Rp1 triliun.

Seri FR0073 mengalami permintaan Rp925 miliar dengan Imbal hasil terendah 9,35% dan Imbal hasil tertinggi yang masuk 9,62% serta diserap Rp750 miliar. Terakhir, seri FR0067 dengan permintaan yang masuk dari investor Rp2,67 triliun dan diserap Rp2 triliun dengan Imbal hasil rata-rata tertimbang 9,65% dan tingkat imbal hasil 9,65%.[jin]


Distribusi: Inilah.com – Pasarmodal

Speak Your Mind

*

*