Pelabuhan Tanjung Priok: Maaf, Kami Tak Terima Rupiah

Jakarta -Isu penggunaan valuta asing (valas) sebagai alat transaksi ternyata bukan hanya milik wilayah perbatasan. Faktanya, ini terjadi di wilayah perkotaan.

Salah satunya adalah Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Letaknya tidak jauh dari jangkauan pemerintah beserta regulator lainnya.

Banyak pihak yang melakukan transaksi dengan valas, khususnya dolar Amerika Serikat (AS). Ini terjadi sejak Indonesia merdeka sampai sekarang.

“Kita untuk aktivitas ekspor dan impor itu menggunakan dolar. Terutama dalam jasa pelayanan dan barang,” kata Sekretaris Perusahaan PT Pelindo II, Rima Novianti kepada detikFinance, Selasa (1/7/2014).

Ia menjelaskan, untuk kawasan pelabuhan, Pelindo terlibat dalam dua bagian. Jasa pelayanan untuk sisi darat dan laut. Sisi laut terkait dengan aktivitas bongkar muat dari setiap kapal yang datang.

Praktek di lapangan, setelah pelayanan diberikan maka pihak kapal akan membayar container handling charge (CHC). Pembayarannya adalah menggunakan dolar AS dengan tarif US$ 83 per peti kemas.

Kemudian pihak kapal akan melimpahkan biaya ke eksportir ataupun importir. Biaya yang disebut Terminal Handling Charge (THC) ini sekitar US$ 93 per peti kemas. Karena ada biaya tambahan setelah CHC.

“Jadi aktivitas ini yang disebutkan menggunakan dolar AS,” tegas Rima.

Sementara sisi darat adalah penyimpanan peti yang telah dibongkar sampai ditarik oleh importir. Sejauh ini untuk aktivitas di darat, menurut Rima sudah menggunakan mata uang rupiah.

“Kalau sudah di darat itu pakai rupiah. Importir membayar pakai rupiah,” sebutnya.

(mkl/hds)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!


Distribusi: finance.detik

Speak Your Mind

*

*