Pasokan masih melimpah, minyak tergerus lagi

JAKARTA. Harga minyak turun ke level terendah lebih dari lima setengah tahun di tengah melimpahnya pasokan Rusia dan Irak. Kondisi diperburuk dengan lesunya aktivitas manufaktur di Eropa dan China.

Mengutip Bloomberg, Jumat (3/1), West Texas Intermediate untuk pengiriman Februari turun 58 sen atau 1,1% ke level US$ 52,69 per barel di New York Mercantile Exchange. Ini merupakan penutupan terendah sejak 30 April 2009. Volume untuk semua berjangka yang diperdagangkan adalah 29% di bawah rata-rata 100 hari.

Produksi minyak di Rusia dan Irak pada bulan Desember menuju level tertinggi dalam beberapa dekade. Data CDU-TEK, bagian dari Departemen Energi menyebutkan, output minyak Rusia bulan Desember naik 0,3% ke rekor tertinggi menjadi 10.667.000 barel per hari. Sementara ekspor minyak Irak bulan Desember tercatat sebesar 2,94 juta barel per hari. Menurut Juru Bicara Kementerian Perminyakan, ini merupakan yang terbesar sejak tahun 1980-an.

Sementara di sisi lain, aktivitas manufaktur Eropa bulan Desember menunjukkan penurunan. Final manufaktur PMI zona Eropa bulan Desember mencatatkan angka 50,6. Angka ini lebih rendah dari ekspektasi 50,8. Hal serupa juga terjadi pada data manufaktur China. Pada bulan Desember, manufaktur China membukukan angka 50,1. Angka ini lebih rendah dari bulan sebelumnya sebesar 50,3.

“Data China dan PMI Eropa memberikan sinyal melemahnya permintaan. Sementara pasokan terus meningkat. Saat ini produksi Rusia merupakan yang tertinggi pasca Soviet,” ujar John Kilduff Again Capital LLC, hedge fund berbasis di New York.

Menurut data Energy Information Administration (EIA), persediaan minyak mentah di Cushing, Oklahoma, titik pengiriman WTI per 26 Desember naik 6,9% menjadi 30.800.000 barel.

Ariston Tjendra, Head of Research and Analysis Division PT Monex Investindo Futures mengatakan, harga minyak masih akan bergerak melandai. Kalaupun ada kenaikan sedikit (rebound) hanya bersifat sementara. Sebab, sentimen negatif masih akan menggerus harga minyak. Salah satunya lantaran OPEC yang enggan memangkas produksi minyak.

“Serangkaian sentimen dari OPEC dan China akan menggerogoti kinerja minyak mentah. Sebagai pengguna minyak, merosotnya aktivitas manufaktur China akan mengurangi permintaan,” jelas Ariston.

Di sisi lain, lanjut Ariston, kokohnya dollar AS semakin merapuhkan harga minyak. Mengawali tahun baru 2015, indeks dollar mencetak rekor tertinggi baru sebesar 90,66. Angka ini melampaui level tertinggi tahun 2014 sebesar 90,33. Ariston bilang, kemungkinan indeks dollar masih akan solid mengingat data Amerika Serikat (AS) terus menunjukkan perbaikan. Kondisi ini menguatkan spekulasi bahwa Bank Sentral AS (The Federal Reserve) akan menaikkan suku bunga pada semester II-2015.

Ariston memprediksi harga minyak sepekan mendatang berada di kisaran US$ 50-US$ 57 per barel.

Editor: Barratut Taqiyyah


Distribusi: Kontan Online

Speak Your Mind

*

*