Pasokan berlimpah tekan harga minyak mentah

JAKARTA. Suplus global terus menekan harga minyak mingguan. Pergerakan harga minyak yang berada di level terendah dalam enam tahun diperkirakan akan terus bertahan.

Mengutip Bloomberg, Jumat (11/9) harga minyak WTI kontrak pengiriman Oktober 2015 di bursa New York Merchantile Exchange turun 2,8% ke level US$ 44,63 per barel. Selama sepekan, minyak turun 3%.

Harga minyak mengalami fluktuasi sejak merosot di bawah US$ 40 per barel karena kekhawatiran pertumbuhan ekonomi China mendorong volatilitas di pasar global. Harga sudah turun 25% tahun ini dan puncaknya pada bulan Juni lalu di tengah spekulasi kelebihan pasokan akan bertahan. Pasalnya, anggota OPEC tetap bersikukuh untuk mempertahankan output, bahkan ketika AS memperlambat produksi.

Menteri Energi dan Industri Qatar, Mahammed Al Sada pada pekan lalu mengatakan, OPEC dan negara penghasil minyak lainnya akan menanggapi permintaan Venezuela untuk menstabilkan harga minyak mentah. Sementara Menteri Perminyakan Arab Saudi, Ali Al-Naimi menolak untuk berkomentar.

Nizar Hilmy, analis SoeGee Futures mengatakan, Arab Saudi tetap menolak untuk mengadakan perundingan dengan negara non OPEC. Sebelumnya, Arab Saudi sudah menyatakan bahwa pertemuan negara-negara produsen minyak tidak akan menghasilkan langkah konkrit guna mendongkrak harga. “Pernyataan Arab Saudi menghempaskan harapan pasar,” ujar Nizar.

Menyusul dihapusnya sanksi, Iran bertekad mulai tahun depan akan menggenjot ekspor minyak. Dengan adanya tambahan pasokan dari Iran, harga minyak akan semakin tertekan oleh kelebihan pasokan. Sebuah pemungutan suara Senat AS membuka jalan Presiden Obama untuk meringankan hukuman financial jika AS menjalin bisnis dengan Iran.

Hal tersebut dapat memacu peningkatan ekspor minyak negeri Iran. “Apa yang akan terjadi dengan Iran adalan faktor kunci untuk pasar minyak,” ujar Ric Spooner, chief analyst CMC Markets di Sydney, seperti dikutip Bloomberg.

Namun demikian, Nizar melihat pergerakan harga minyak menjelang akhir pekan lalu sempat naik seiring dengan jatuhnya nilai tukar dollar AS akibat data jobless claim dan import prices tidak mendapat respon positif dari pasar. Selanjutnya, pergerakan minyak selama sepekan ke depan menurut Nizar akan banyak dipengaruhi oleh pergerakan dollar AS menjelang FOMC meeting.

Jika The Fed akhirnya menaikkan suku bunga, Nizar memperkirakan dollar AS akan melambung sehingga menekan harga minyak. “Jika tetap, harus dilihat sulu apakah keputusan tersebut direspon dengan pelemahan dollar AS dan kenaikan saham. Jika dollar melemah, maka minyak dapat rebound, demikian juga sebaliknya,” imbuh Nizar.

Editor: Sanny Cicilia.


Distribusi: Kontan Online

Speak Your Mind

*

*