Pamor emas tersapu spekulasi The Fed

JAKARTA. Permintaan emas mulai menunjukkan peningkatan. Sayang, kabar tersebut tidak otomatis memoles harga logam mulia ini. Maklum, pasar masih dibayangi oleh sentimen kenaikan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat alias The Fed.

Mengutip Bloomberg, Kamis (26/11) pukul 17.41 WIB, emas pengiriman Februari 2016 turun tipis 0,03% menjadi US$ 1.069,4 per ons troi. Sepanjang tahun ini, harga logam mulia terkoreksi 10%.

Data World Gold Council (WGC) menunjukkan, permintaan emas global pada kuartal III-2015 naik 8% dibandingkan periode sama tahun sebelumnya. Harga emas yang turun tajam tahun ini telah mendorong pelaku pasar untuk masuk.

WGC mencatat, pembelian emas oleh bank-bank sentral pada kuartal III-2015 mencapai 179,5 ton, atau menyamai periode yang sama tahun lalu, yaitu 179,5 ton. Bank Sentral China alias People’s Bank Of China (PBoC) mengklaim, sejak tahun 2009 hingga Juli 2015, cadangan emas bank sentral meningkat 50% menjadi 1.658 ton.

Selanjutnya, pada periode Juli-September 2015, PBoC kembali menambah kepemilikan sebesar 50,1 ton. Research and Analyst Fortis Asia Futures Deddy Yusuf Siregar mulai melihat tren kenaikan permintaan.

Ia mencatat, permintaan emas di India pada kuartal ketiga tahun ini naik 6% year on year (yoy) menjadi 57 ton. Tren kenaikan permintaan emas berpotensi mengangkat harga dalam jangka panjang. “Jika inflasi di negara ekonomi besar mulai tumbuh, emas akan kembali diburu,” ujar Deddy.

Namun, sebelum ada kepastian mengenai suku bunga The Fed, harga emas masih rawan terkoreksi. Spekulasi akan terus melambungkan nilai tukar dollar AS. Sinyal kenaikan suku bunga memang semakin kencang, setelah Paman Sam merilis data yang bagus.

Pesanan barang tahan lama sepanjang Oktober 2015 melesat, sementara klaim pengangguran mingguan menyusut. Spekulasi ini menyebabkan data kenaikan permintaan emas kurang digubris pasar.

Analis SoeGee Futures, Alwi Assegaf mengatakan, saat ini, ancaman kenaikan suku bunga The Fed menghapus peran emas sebagai safe haven.

“Prospek kenaikan suku bunga menjadi pemberat emas sebagai aset non bunga,” ungkapnya.

Terbukti, kepemilikan aset emas pada reksadana berbasis emas alias SPDR Gold Trust akhir pekan lalu sempat mencapai titik terendah sejak September 2008. SPDR Gold Trust merupakan barometer minat beli investor terhadap emas.

Namun, apabila The Fed memastikan kenaikan suku bunga, penurunan harga emas tidak akan terlalu signifikan. Sebab, pasar telah merespons rencana tersebut sejak lama. “Perayaan, seperti Tahun Baru Imlek di China dan musim pernikahan di India juga dapat meningkatkan minat beli emas,” ujar Alwi.

Di jangka pendek, ia menduga, harga emas masih flat. Indikator teknikal menunjukkan tren harga emas jangka menengah masih bearish. Harga bergerak jauh di bawah moving average (MA) 55, tapi sudah mencoba menembus resistance jangka pendek pada MA10. Indikator moving average convergence divergence (MACD) negatif dengan histogram yang mulai membentuk pola divergence.

Indikator stochastic mulai jenuh jual (oversold) di 14, menandakan potensi rebound jangka pendek. Prediksi Alwi, sepekan ke depan, harga si kuning antara US$ 1.065-US$ 1.082 per ons troi.

“Hari ini, berpeluang menguat ke US$ 1.065-US$ 1.87 per ons troi. Sementara, Deddy menebak, Jumat (27/11), emas bergerak sideway di US$ 1.064,6 -US$ 1.076,4 per ons troi. Adapun, pekan depan, emas memiliki support di US$ 1.062,5, dengan resistance di US$ 1.080,7 per ons troi.


Distribusi: Kontan Online

Speak Your Mind

*

*