OJK: Aturan Zonasi BPR Bisa Dirampungkan Tahun Ini

shadow

ojk adilsiregar 29 picturesFinanceroll – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memastikan revisi aturan zonasi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) bisa dirampungkan tahun ini, sehingga pemerataan layanan perbankan kepada masyarakat bisa dicapai.

Deputi Komisioner Pengawasan Perbankan IV OJK mengatakan pemerataan BPR diperlukan untuk melayani kebutuhan keuangan masyarakat yang lebih merata di seluruh daerah, sekaligus meningkatkan kualitas layanan BPR.

Sekarang ini, sebagian besar BPR masih terfokus di Jawa, sementara daerah-daerah seperti Papua dan Indonesia timur masih amat minim, padahal mereka juga membutuhkan layanan perbankan.

Salah satu poin utama yang menjadi prioritas dalam aturan zonasi itu adalah soal persyaratan modal BPR.

Perbedaan persyaratan modal BPR antara satu daerah dengan daerah lainnya harus mendorong terjadinya pemerataan.

Jadi tidak asal dibedakan begitu saja, antara daerah yang padat penduduk dengan daerah yang jarang, tetapi juga harus bisa mendorong terjadinya pemerataan dan meningkatkan layanannya di daerah itu.

Meski menjamin bisa rampung, namun tidak menjelaskan detail aturan baru yang akan diterbitkan regulator itu. Masih dibahas, yang jelas upaya kita mendorong pemerataan BPR.

Dengan pengetatan aturan semacam itu bisa berdampak terhadap meratanya keberadaan BPR di Tanah Air, serta meningkatkan akses keuangan dan kualitas layanan kepada masyarakat.

Sesuai Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.8/26/PBI/2006 tentang BPR, pasal 4 mengelompokkan BPR menjadi 4 zona modal yaitu:

Pertama, BPR yang didirikan di wilayah DKI Jakarta dengan syarat modal Rp5 miliar.

Kedua, BPR yang didirikan di ibu kota provinsi Jawa dan Bali dan di wilayah kabupaten atau kota Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi dengan syarat modal paling sedikit Rp2 miliar.

Kemudian, BPR yang didirikan di ibu kota provinsi di luar Jawa dan Bali serta di wilayah Jawa dan Bali yang belum disebutkan pada poin pertama dan kedua, dengan syarat modal Rp1 miliar.

Terakhir, dengan syarat minimal Rp500 juta untuk BPR yang didirikan di luar wilayah yang sudah disebutkan.

Saat ini BPR menghadapi kendala kesulitan modal dan tenaga SDM. Bahkan, sekitar 17% dari 1.634 BPR mengalami kekurangan tenaga SDM, yang berdampak terhadap buruknya pelayanan kepada nasabah.

Sesuai aturan OJK, BPR minimal memiliki 12 orang karyawan untuk mengoperasikan satu kantor cabang.

Namun, kesulitan modal membuat BPR tidak mampu menambah tenaga operasional yang akhirnya juga sulit bersaing dengan perbankan umum.

Selain menggodok aturan itu, OJK akan fokus mendorong peningkatan layanan BPR.

Ada baiknya pemilik BPR tidak segan menggelontorkan dananya untuk memperkuat modal bank.

Dan BPR juga mulai memperhatikan aspek good corporate governance (GCG) dengan ketersediaan direksi dan komisaris dengan kualifikasi baik.

Serta, melaksanakan GCG terkait prosedur kerja dan analisis kredit yang didukung sarana memadai, serta melengkapi rasio SDM dengan kompetensi teruji.

Sementara itu, Ketua Umum Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) mengaku tidak keberatan dengan kebijakan regulator. Sebab untuk meningkatkan modal BPR agar memiliki daya saing.

Belum melihat adanya draf yang baru. Tetapi pada prinsipnya disetujui untuk meningkatkan kinerja BPR.

Kinerja BPR saat ini terhitung masih bagus dengan rata-rata pertumbuhan kredit mencapai 17%.

Namun, diakui sejumlah BPR mengalami kesulitan modal dan SDM.


Distribusi: Financeroll Indonesia

Speak Your Mind

*

*