NPL perbankan jadi 7,6% jika terjadi pra krisis

JAKARTA. Perbankan nasional akan mengalami lonjakan rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) menjadi 7,6% jika terjadi pra krisis. Angka ini naik dari NPL industri perbankan Indonesia saat ini di posisi 2,47%.

Direktur Biro Riset Infobank Eko B. Supriyanto mengungkapkan, angka NPL itu terjadi dengan asumsi skenario bila Amerika Serikat (AS) menaikkan suku bunga acuan yaitu The Fed Fund Rate dan nilai tukar rupiah merosot menjadi Rp 16.000 dengan suku bunga BI Rate mencapai 12% dan pertumbuhan ekonomi sebesar 4%.

Menurut Eko, jika hanya terjadi kemerosotan nilai tukar rupiah saja, maka angka NPL industri perbankan tidak akan sebesar itu. Kenaikan NPL tersebut umumnya dipicu oleh kelompok bank persero.

Meski hanya terdiri atas empat bank yaitu Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Negara Indonesia (BNI) dan Bank Tabungan Negara (BTN), namun membukukan NPL terbesar yakni 8,32% atau Rp 124,06 triliun.

Disusul bank swasta nasional dengan NPL sebesar 7,79% atau Rp 231, 59 triliun dan Bank Pembangunan Daerah (BPD) dengan NPL sebesar 7,50% atau Rp 24,14 triliun. Sementara bank asing dan campuran NPL nya hanya 4,99% atau Rp 25,31 triliun.

Dalam paparannya Biro Riset Infobank juga memproyeksikan pertumbuhan kredit di tahun 2016 masih tetap moderat berkisar antara 10%-15%. Pertumbuhan diperkirakan disumbang oleh sektor infrastruktur dan sektor konsumsi.

“Sektor konsumsi tetap akan memberikan kontribusi pada pertumbuhan kredit mengingat konsumsi domestik yang tetap besar. Saat ini ada 142,5 juta atau 59,96% penduduk Indonesia berusia produktif. Mereka membutuhkan produk-produk konsumer dengan dukungan perbankan dan sektor keuangan lainnya,” kata Eko B Supriyanto, Direktur Biro Riset Infobank dalam “Infobank Outlook 2016” di Jakarta, Kamis (29/10).


Distribusi: Kontan Online

Speak Your Mind

*

*