Naiknya Suhu Geopolitik Menahan Jatuhnya Harga Emas

shadow

Iraq - John Kerry at Bagdad - Getty Images

FINANCEROLL – Investor telah menjual sekurang-kurangnya 49.9 metric ton emas dalam bentuk ETP di tahun ini, dibandingkan tahun lalu yang mencapai rekor 869.1 ton atau senilai lebih dari $73 milyar. Kondisi geopolitik di Irak yang semakin memanas membuat harga minyak berpotensi naik terus. Hal ini akan memberikan tekanan bagi perekonomian global, sehingga fluktuasi harga minyak akan menjadi perhatian yang serius bagi kalangan investor yang melakukan transaksi emas saat ini.

Ditengah tren panjang penurunan harga emas dalam jangka panjang, harga emas mendapat dukungan dari kondisi geopolitik. Harga emas batangan mencapai harga termahalnya dalam enam bulan ini pada bulan Maret lalu ketika Rusia melakukan aneksasi ke semenanjung Krimea. Menteri Luar Negeri AS John Kerry menyatakan di Bagdad pada minggu ini bahwa Presiden Barack Obama tengah mengumpulkan berbagai informasi yang dia perlukan sebelum dia memutuskan apakah akan melakukan serangan udara guna memerangi milisi Suni di Irak.

Sementara itu, Gubernur Bank Sentral AS, kembali menegaskan akan kebijakan suku bunga rendah dari bank sentral AS hingga kondisi ekonomi AS memenuhi prasyarat sebelum suku bunga akan kembali dinaikkan.

Sentimen-sentimen  ini membuat para investor percaya diri untuk tetap memelihara emas dalam asset investasi mereka. Berkiblat pada sejarah, situasi geopolitik akan memberikan dorongan kenaikan harga emas, meski bersifat jangka pendek. Jika terjadi perkembangan yang sangat dramatis di Irak maka peluang pergerakan harga emas makin terbuka. Investor tidak segan-segan menangkap peluang kenaikan harga emas ini ditengah memanasnya suhu geopolitik. Mereka juga bersiap-siap melakukan aksi ambil untung jika harga emas berada di dekat puncak harga, aksi yang demikian ini akan terlihat dipasar sebagai koreksi yang bersifat teknis belaka, bukan akibat faktor fundamental.

Semenjak pihak milisi menguasai wilayah Irak yang kaya minyak, harga minyak di bulan Juni mengalami kenaikan. Irak sebagai produsen terbesar kedua OPEC, cukup signifikan dalam mempengaruhi harga minyak global. Tak pelak kenaikan harga minyak saat ini berbuntut pada kondisi AS. Yellen mengubah target pertumbuhan ekonomi AS dan menyatakan kemungkinan akan terjadinya perlambatan kembali, ditengah kenaikan harga hunian baru dan pesanan produksi AS.

Revisi Pertumbuhan AS

Imbal hasil obligasi Australia turun enam basis poin atau 0.06 persen menjadi 3.58 persen, yang merupakan imbal terrendah dalam satu tahun ini. Tingkat bunga obligasi AS juga tidak banyak berubah di 2.58 persen,setelah turun lima basis poin di lantai bursa New York.

Untuk ketiga kalinya, pemerintah AS merevisi kembali target pertumbuhan ekonominya tahun ini. Terkini, mereka memperkirakan akan terjadinya kontraksi sehingga angka pertumbuhan kuartal ini tinggal 1.8 percent. Data pada bulan lalu menunjukkan pertumbuhan ekonomi di kuartal pertama tinggal 1 persen.

Penjualan hunian baru di AS mengalami kenaikan 18.6 persen di bulan Mei, ini merupakan angka yang paling besar angka penjualan dalam sebulan sejak Januari 1992 melampui estimasi awal sebesar 1.4 persen. Kepercayaan konsumen AS naik menjadi 85.2 pada bulan Juni dari bulan sebelumnya sebesar 82.2. Melihat potensi pasar tenaga kerja AS, pertumbuhan ekonomi AS hingga akhir tahun diperkirakan masih bisa melampui 2.4 persen, ungkap Charles Plosser, Gubernur Bank Sentral AS wilayah Philadelphia.

Pada pertemuan rutin The Fed 18 Juni kemarin, kembali diputuskan akan dilakukannya pengurangan besaran dana yang dilakukan untuk membeli obligasi AS sebesar $10 milyar. Ini merupakan pengurangan kelima kalinya sehingga besaran dana pembelian obligasi tinggal $35 milyar. The Fed juga menegaskan kembali langkah mereka untuk tetap mempertahankan suku bunga rendah mendekati nol persen. Kebijakan stimulus ini memang telah menjadi pendorong indek S&P 500 naik setidaknya sebesar 191 persen dari kondisi pasar terrendahnya yang dicapai mereka di 2009.

Menteri Luar Negeri AS,  John Kerry bertemu dengan sejumlah pejabat pemerintah Irak di Kurdistan membahas persekutuan untuk memerangi Al Qaeda. AS menyatakan bahwa perpecahan antar kelompok di Irak telah membantu kelompok milisi berkonsolidasi dan menguasai beberapa wilayah Irak, yang merupakan negara produsen minyak terbesar kedua OPEC.

Pembicaraan ini sebagai langkah untuk kembali menguasai wilayah Baiji di utara Bagdad yang terdapat penyulingan minyak pula. Hampir dua minggu pertempuran terjadi diperbatasan Irak, Suriah dan Yordania. Pesawat-pesawat termpur Suriah menembak target-terget di propinsi paling barat Irak, Propinsi Anbar, dimana sebagian kelompok al-Qaeda menyatakan bagian dari The Sunni Islamic State in Iraq (SISI).

Sementara itu, Presiden Rusia telah meminta Parlemen di Moskos untuk menarik otoritas yang diberikan padanya pasa Maret lalu atas kuasa penggunaan angkatan bersenjata Rusia di Ukraina. Langkah ini diambil menyusul keberhasilan pemberontak Ukraina Pro Rusia menembak jatuh helicopter pemerintah Ukraina ditengah masa gencatan senjata. Rusia masih signifikan pula peranannya sebagai negara eksportir energy terbesar dunia, produsen Palladium no 1 dan pemurni Nikel terbesar kedua dunia. (@hqeem)


Distribusi: Financeroll Indonesia

Speak Your Mind

*

*