Minyak terus dibanjiri pasokan

JAKARTA. Harga minyak kembali ke level terendah dalam dua pekan di tengah spekulasi naiknya cadangan minyak AS.

Mengutip Bloomberg, Rabu (11/11) pukul 15.30 WIB, harga minyak kontrak pengiriman Desember 2015 di New York Mercantile Exchange turun 1% ke level US$ 43,73 per barel atau level terendah sejak 27 Oktober lalu. Dalam sepekan terakhir harga minyak anjlok 4,6%.

Spekulasi penumpukan persediaan minyak mentah Amerika Serikat (AS) yang akan berakhir sempat mengangkat harga minyak pada Selasa kemarin. Energy Information Administration (EIA) memprediksi produksi minyak AS akan turun 1% menjadi 8,77 juta barel per hari pada tahun depan.

Sebab, penurunan harga minyak telah membuat produsen shale oil menghentikan operasional sebagian besar rigs. EIA memperkirakan volume shale AS akan menyusut sebesar 118.000 barel per hari pada bulan Desember mendatang. Dengan demikian, output shale oil AS akan jatuh menjadi sekitar 4,95 juta barel per hari.

Deddy Yusuf Siregar, Research and Analis PT Fortis Asia Futures mengatakan, AS tengah menjaga harga minyak agar tetap di atas US$ 40 per barel. Tujuannya agar shale oil AS tetap terjaga dan tidak mengalami kerugian. “Shale oil ini pun hanya diproduksi di AS dan digunakan untuk konsumsi domestik,” paparnya.

Sebelumnya AS memang memompa crude oil untuk menjaga pangsa pasar di luar negeri. Namun, pasokan yang melimpah ternyata mengancam produksi shale oil. Prediksi data cadangan minyak AS yang akan dirilis pemerintah Kamis depan diprediksi naik 1,3 juta barel. “Jika sesuai prediksi akan menekan harga minyak,” lanjut Dedy.

Sementara itu, negara produsen minyak yang tergabung dalam OPEC justru tengah mempertimbangkan untuk menaikkan produksi. OPEC sedang memperhitungkan masuknya anggota baru yakni Indonesia. “OPEC belum memiliki niat untuk meredam produksi,” ujar Deddy.

EIA memperkirakan pangsa pasar OPEC akan tetap terjaga di level 41% hingga tahun 2020 dan meningkat menjadi 44% pada tahun 2025. Deddy khawatir tekanan yang menimpa harga minyak akan terus berlanjut hingga tahun depan. Apalagi, perlambatan ekonomi China juga menjadi pemberat bagi pergerakan harga saat ini.

Data ekonomi China pada pekan ini masih menimbulkan kekhawatiran akan melambatnya permintaan minyak dari negeri panda. Lihat saja, angka inflasi China bulan Oktober turun menjadi 1,3% dari sebelumnya 1,6%. Lalu industrial production juga turun menjadi 5,6% dari sebelumnya 5,7%.

Begitu pula dengan Fixed Asset Investment secara year to date yang melemah menjadi 10,2% dari sebelumnya 10,3%. Hingga akhir tahun, Deddy menduga harga minyak masih akan bergulir di kisaran US$ 40 – US$ 50 per barel.


Distribusi: Kontan Online

Speak Your Mind

*

*